Selasa, 27 April 2021

Mahkota Kiriman YPTD

Mahkota Kiriman YPTD

dok. pribadi



Hari ini, Senin 26 April 2021, saya WFO. Berangkat ke sekolah seolah sesuatu yang dirindukan. Berkumpul dan bercengkerama serta mendengarkan celoteh anak serasa ingin selalu bersama mereka. Pemerintah masih menetapkan pembelajaran jarak jauh. Hanya beberapa sekolah yang sedang melakukan uji coba pembelajaran tatap muka.
Waktu menunjukkan pukul 10.30 tetiba telponku berdering. Ternyata nomor asing dengan profil bergambar TIKI. Sudah pasti ada paket datang. Hemm..sempat berpikir, siapa yang pesan paket ya. Tanpa pikir panjang lagi, langsung kuangkat telponnya.

 Mahkota Kiriman YPTD

"Maaf bu, ini betul Ibu Safitri. Ada kiriman paket bu!", kata agen TIKI.
" Ya, betul," jawabku pendek karena sambil berpikir dapat paket apa yaa.
"Ini tertulis di Paketan nomor rumahnya 26..yang betul nomor 29?", jelasnya lagi.
"Rumah saya nomor 29, Pak. Wah sebentar, saya telepon anak saya, sepertinya sedang di kamar," jawabku dengan mantap.
Sembari saya menelepon, ternyata agen TIKI sudah ditemui anak sulungku. Langsung saya minta videocall, supaya lebih jelas isi paketannya. Ternyata saya mendapatkan kiriman paket Mahkota dari YPTD. Buku hasil mengikuti Lomba Menulis di Blog selama bulan Pebruari. Begitu senangnya hati saya. Begitu cepat sampainya buku ini berselang tiga pekan dari pengajuan ISBN. Ini adalah buku pertama saya yang diterbitkan oleh YPTD. Alhamdulillah selama setahun ini sejak mengikuti kelas menulis Omjay, saya sudah menelurkan 3 buku monologi. Semoga semakin memberikan semangat untuk menulis.

Ungkapan terima kasih tiada terkira kepada H.Dahlan bin Affan atas wakafnya sehingga buku ke 189 ini terbit dengan gratis, Bapak Haji Thamrin Dahlan yang selalu memberikan inspirasi dalam setiap tulisannya, Bapak Ajinatha selaku desainer sampul dan tata letak buku ini.

Buku berjudul "Untaian Mutiara Literasi yang Terserak" berisi ragam tulisan mulai dari cerita pendek, puisi, maupun artikel populer. Karya ini begitu bermakna karena saya mencoba untuk menjadi editornya. Berawal dari mengajukan persyaratan ISBN, penulisan naskah dengan rapi, membuat daftar isi otomatis. Kepala saya sempat cenat cenut dan beberapa kali browsing melalui youtube.

Atas anjuran Bapak Haji Thamrin dalam pesannya di grup, supaya para penulis menyiapkan cover. Sinopsis dan email saya kirimkan ke Pak Ajinatha, sekalian meminta pilihan warna bukunya. Waktu itu sudah menunjukkan pukul 23.00, ternyata beliau masih on line. Selang satu jam cover pun dikirimkan. MasyaAllah, secepat itu, beliau langsung eksekusi. Cover cantik pun jadi, sinopsis buku pun sudah tertempel.

Setelah menjadi sebuah naskah yang lengkap, kemudian saya kirimkan pula berkas pengajuan ISBNnya. Menunggu ISBN hampir satu pekan lebih, kemungkinan supaya sekalian pengajuan dengan buku-buku lainnya. Kemudian masih proses menunggu lagi, yakni barcode ISBN. Berjarak satu pekan, barcode dikirimkan oleh Bapak Haji Thamrin, langsung setelah itu,saya kirimkan pula ke Pak Ajinatha. Hal ini dimaksudkan agar barcode ISBN tertempel di cover. Proses berikutnya Pak Ajinatha mengirimkan covernya kembali. Langkah terakhir adalah saya mengirimkan cover yang sudah memiliki barcode dan naskah lengkap ke YPTD.
14 hari sesuai janji YPTD akan menerbitkan buku.

Alhamdulillah mahkota sudah di tangan penulisnya. Begitulah alur menerbitkan buku di YPTD. Berkat kerja sama yang bagus dan manajemen yang teratur akhirnya buku bisa terbit dengan gratis. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil, pengalaman menjadi editor dan mengetahui alur penerbitan buku. Biasanya saat membuat buku, saya hanya memberikan kepada penerbit. Tahu-tahu sudah jadi. Banyak ilmu yang saya peroleh, tidak hanya sekedar ilmu menulis. Banyak ketemu kawan dan para penulis hebat.

Demikian cerita pengalaman saya dalam menerbitkan buku perdana bersama YPTD. Semoga YPTD tetap eksis menciptakan penulis-penulis baru dan amal jariyah wakaf penerbitan buku ini menjadi tambahan amalan kebaikan di akhirat kelak.

Minggu, 28 Februari 2021

Detik-Detik Hari Terakhir Lomba Blog

Detik-Detik Hari Terakhir Lomba Blog 

Tak terasa saya sudah berhasil melewati perjalanan menulis selama bulan Pebruari ini.  Ada 28 postingan baik di Blog Yayasan Pustaka Thamrin Dahlan (YPTD) maupun blog pribadi.  Ada sekitar 100 lebih peserta yang mengikuti lomba ini.

Pada tanggal 27 Pebruari 2021 Omjay mengundang Juara Blogger Nasional bernama Bapak Supadilah, M.Pd untuk belajar bersama.  Apakah  rahasianya beliau bisa mendapatkan hadiah uang dan laptop?.

Mari kita mengenal Bapak Supadilah, M.Pd, sang Juara Blogger tingkat Nasional sejak 2018 yang berprofesi sebagai guru SMA. Beliau kelahiran Lampung Utara,   10 November 1987.  Pak Supadilah mengenyam pendidikan sejak SD-SMA di Pamenang Jambi, S1 Universitas Andalas dan S2 di Unindra PGRI. Pak Supadilah memiliki motto yakni sang guru pembelajar. Blognya : supadilah.com.

 TIPS Menang Lomba Blog

Beberapa prestasi yang yang diraih yaitu :

  1. Juara 2 Lomba Artikel dan Karya Jurnalistik Kemdikbud 2018
  2. Juara 2 Lomba blog Sekolah Relawan 2020
  3. Juara 2 Lomba Guraru 2020 berhadiah laptop
  4. Juara 1 Lomba AISEI mendapatkan printer Epson.
  5. Juara 5 Lomba Asus 2020 berhadiah laptop

Beliau mengawali blog Tahun 2017 dan mendapat peringkat 170 dari 670 peserta. Kalah menang adalah hal biasa dalam perlombaan.  Jangan berharap banyak untuk mendapat hadiah.  Simak lengkap prestasi Bapak Supadilah  di link ini.

Manfaat Mengikuti Lomba :

  1. Membiasakan membuat tulisan yang semakin berkualitas.
  2. Mengasah ketelitian dan melatih kesabaran
  3. Menjadi terkenal dan blog semakin banyak pengunjungnya
  4. Memperluas silaturahim sehingga bisa saling belajar
  5. Mendapat hadiah dan menambah pemasukan
  6. Menambah portopolio

Persiapan teknis dan mental

Persiapan Teknis 

Sebelum Menulis

Beberapa hal penting sebelum menulis maka kita perhatikan  hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan lomba:

  • Media penayangan artikel, apakah termasuk Blog Top Level Domain (TLD), gratis (blogspot atau wordpress) atau dari suatu komunitas (gurusiana, kompasiana).
  • Jumlah minimal dan maksimal kata.
  • Kata kunci tertentu.
  • Tautan atau backlink yang menyertai kata kunci.
  • Kewajiban membagikan artikel di sosial media.
  • Keharusan like, follow dan atau mention akun sosial media penyelenggara lomba.
  • Penggunaan label atau tagar tertentu.
  • Pemasangan banner atau gambar di blog.
  • Pendaftaran artikel melalui formulir atau email.
  • Perhatikan batas akhir pengumpulan naskah lomba.

Untuk memudahkan proses editing, maka akan lebih baik jika diprint terlebih dahulu.  Hal ini juga menghindari adanya hal-hal ketentuan lomba yang terlewat. Hasil print out akan terlihat koherensi antar paragraf dan kesalahan pengetikan.

Kita juga perlu mengetahui tipe penyelenggara.  Jika dari Pemerintah maka bahasa yang digunakan biasanya bahasa baku, informatif, dan berupa opini.  Jarang digunakan bahasa yang santai dan lebih gaul.  Tetapi kalau dari Swasta biasanya berupa review produk, kelebihan dan kekurangannya.

Kita perlu juga mengetahui siapa juri lombanya.  Saat kita akan menulis artikel lomba, kita bisa mengunjungi blog para juri.  Dari proses ATM (Amati Tiru dan Modifikasi) tulisan para juri kita bisa banyak belajar gaya menulisnya.  Memang tidak sepenuhnya kejuaraan ditentukan oleh tulisan kita yang gayanya mirip dengan  gaya atau selera tulisan juri.

Ide-ide tulisan bisa dikumpulkan dari berbagai review, pendapat, maupun pengalaman pribadi kita.  Kelengkapan gambar bisa menjelaskan isi tulisan.  Video dan link bisa disematkan  pula.

Saat Menulis

Tibalah kita pada point penting yakni saat menulis, yang perlu disiapkan di antaranya :

  • Pembuka yang Nendang

Paragraf pertama begitu menggoda akan menentukan paragraf selanjutnya.  Para pembaca akan berlama-lama membaca sampai akhir tulisan jika awalnya sudah menarik.

  • Orisinal atau kebaruan

Tulisan yang asli tulisan kita bisa berdasarkan pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, sudut pandang yang unik dan kebaruan.

  • Kekuatan gambar atau desain

Suatu tulisan pada awalnya akan lebih menantang jika tersedia gambar.  Gambar adalah penjelas dari tulisan yang ada di dalamnya.  Pembaca lebih merasa enak dan jelas jika tulisan dibumbui dengan gambar maupun desain yang mendukung isi.

  • Infografik

Pembaca akan semakin memahami tulisan jika disertai infografik yang berisi data berupa tabel maupun diagram.

Untuk isi tulisan, maka gunakan kata baku dan tidak baku pada tempatnya.  Kita perlu menghindari kata yang typo atau salah sehingga maknanya tidak berubah.

Membuat tulisan di blog dan media massa ada perbedaannya.  Jika di media massa dalam 1 paragraf  bisa berisi 6-10 kalimat.  Namun tulisan di blog bisa berisi hanya 2 kalimat dalam satu paragraf.  Sehingga enak dipandang artinya enak dibaca.  Mata menjadi tidak cepat lelah membaca tulisan yang panjang.

Bagian-bagian tulisan

Bagian-bagian tulisan ada 3 yaitu pendahuluan, isi, dan penutup.  Para juara blogger menggunakan judul dan sub judul berima.  Contohnya : “Tips Singkat Menjadi Guru Memikat”, “Menuju Pembelajaran Digital dengan Hasil Maksimal”.

Kemampuan menemukan rima tentunya tidaklah mudah. Tentu dengan berlatih keras dan intuisi.  Penulis juga memiliki jam terbang yang tinggi sehingga dari proses yang panjang bisa menuai hasilnya.

Persiapan Mental

  1. Kerja Keras, bisa jadi satu tulisan membutuhkan waktu berhari-hari. Namun penulis lain bisa dalam beberapa jam saja menghasilkan tulisan.
  2. Pantang Menyerah, para juara blog juga berawal dari penulis pemula. Mereka jugatidak terhitung mengalami kekalahan dan kekecewaan.  Namun dibuang rasa kecewa sehingga timbul motivasi baru lai
  3. Mau belajar, kita bisa blog walking dan mengambil pengalaman dari tulisan orang lain.

Setelah Menulis

Kita perbanyak doa agar menjadi pemenang, memperbanyak viewer/ komentar agar tulisan menajdi ramai, dan promosikan ke media sosial.

Apresiasi diri supaya otak kembali refresh. Berkumpul santai dengan keluarga.

Wah, kita sekarang jadi tahu dapur rahasia Bapak Supadilah meraih tangga kesuksesan juara blogger nasional.  Tak kenal lelah dan terus bekerja keras untuk meraih impiannya.  Menang adalah bonusnya, niatkan menulis untuk menebar kebaikan.

Pengumuman Mekanisme Penerbitan Buku Peserta Lomba 28 Hari Posting di YPTD

  1. Kumpulkan semua artikel yang sudah diposting pada website terbitkanbukugratis.id dalam 1 file word.
  2. Layout naskah dengan ketentuan
Ukuran buku A5
Huruf Times News Roman
Font 12
Margin 1.5/1/1/1
      3. Email naskah buku lengkap ke thamrindahlan@gmail.com untuk pengusulan ISBN ke            Perpusnas.disertai :
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Sinopsis
  1. Cover buku bisa disiapkan sendiri atau minta bantuan Bapak Ajinatha sambil menunggu persetujuan Barcode ISBN.
  2. Kerjasama dan kerapian serta ketelitian Penulis sangat menpengaruhi kualitas buku.
  3. YPTD berupaya menerbitkan buku 14 hari setelah naskah diterima.

Salam Literasi.

YPTD.

 #Tantangan menulis hari ke 28 Lomba menulis di blog menjadi buku.

Profil Penulis
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.

Sabtu, 27 Februari 2021

Memaksimalkan Pengalaman Belajar

 Memaksimalkan Pengalaman Belajar

 
Anak belajar mengenal kendaraan dengan cara membuat mobil kertas (Sumber : dok.pribadi)

Distance Learning identik dengan E-Learning yang harus memanfaatkan teknologi agar tujuan dan isi pembelajaran dapat tercapai.  Di satu sisi harus diakui bahwa belum semua guru memiliki kemampuan yang sama dan pemanfaatan teknologi maupun penguasaan literasi digital.  Untuk itu Distance Learning memberikan ruang kepada guru dan siswa secara langsung maupun tak langsung untuk menguasainya.

Cara Menampilkan Blog di HP menjadi seperti di Desktop

Cara Menampilkan  Blog di HP 

menjadi seperti di Desktop


Menulis di blog adalah salah satu cara untuk menyimpan data.  Dengan adanya blog, terkadang kita tidak repot membawa perangkat lain seperti flashdisk maupun CD. Laptop pun bisa ditinggal di rumah.  Hanya melalui handphone, kita bisa menuliskan apa saja.  

Awalnya tampilan blog saya seperti ini.



 Terinspirasi dari rasa penasaran untuk melihat tampilan blog di handphone sama seperti tampilan di desktop, maka saya mencoba caranya sebagai berikut : 

1. Masuk ke blogger dan pilih tema.


2. Pilih sesuaikan lalu pilih setelan seluler.



3. Dari menu tema seluler kemudian pilih  desktop. 


4.Setelah pilih Simpan. Yuk dilihat hasilnya..




Semoga berhasil.

Jumat, 26 Februari 2021

Smartphone : Guru Ke duaku

 Smartphone : Guru Ke duaku


Seringkali kita mendapati pemandangan sederetan anak yang sedang memegang smartphone. Mereka duduk berjejer maupun berdiri tanpa lelah. Ada yang tersenyum sendiri, maupun asyik bercanda ria video call dengan lawan bicaranya. Ada lagi yang bermuka serius dengan kedua jemari yang lincah memainkan tuts. Mereka seolah tersekat karena tidak ada obrolan. Secara nyata mereka berdekatan dan beradu fisik, namun pikiran jauh menerawang. Mereka terobsesi oleh sebuah alat canggih sebesar genggaman tangan. Dunia sudah di depan mata.

Tua, muda, bahkan anak-anak kecil sudah tidak asing dengan benda dengan ukuran layarnya kurang lebih 6 inchi . Semuanya tersedia, tergantung memori di dalamnya. Si empunya bisa bermain game dan mencari informasi. Lewat smartphone juga digunakan untuk berdiplomasi dan berniaga meraup keuntungan. Banyak fitur yang diberikan. Tinggal mengetik pesan maupun bersuara tiba-tiba si mesin pintar ini sudah memberikan lengkap jawabannya. Banyak versi dan variasi yang diberikan.

Masa pandemi ini, smartphone menjadi kebutuhan utama dalam pembelajaran jarak jauh. Bagi seorang guru, smartphone menjadi salah satu alat media pembelajaran. Semua materi dan tugas bisa tersampaikan. Smartphone ini bisa dikatakan efektif jika anak-anak bisa menyerap pembelajaran dan memahami materi pelajaran. Tugas pun tidak perlu kertas dan pensil bisa langsung otomatis dikumpulkan. Bahkan nilai pun bisa langsung dilihatnya. Guru kiranya tidak cukup hanya menerima tugas semata, namun ada sisi pendidikan karakter yang harus terus ditanamkan.

Kelebihan lainnya dari pembelajaran jarak jauh ini adalah sebagai media untuk mewadahi kebutuhan peningkatan kualitas tanpa mengganggu aktivitas guru. Kualitas proses dan hasil pembelajaran tetap harus terjaga. Biaya dan waktu juga lebih efisien.

Model pembelajaran jarak jauh ada dua yaitu sinkronus dan asinkronus. Guru bisa melalui pembelajaran sinkronus daring sehingga bisa langsung bertatap muka dengan anak didik. Guru mampu mengetahui karakter anak saat belajar.

1. Sinkronus artinya pembelajaran dilakukan pada waktu yang bersamaan antara guru dan anak didik. Keduanya dapat berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung. Sinkronus secara luring yaitu adanya interaksi langsung dan bertemu tatap muka di kelas secara fisik. Contohnya saat kita belajar sebelum era pandemi. Komunikasi secara langsung ini dapat meminimalisir perbedaan tentang topik pembahasan.

Sinkronus yang kedua dilakukan secara daring yang membutuhkan jaringan internet yang stabil. Kekurangan lainnya adalah tergolong mahal dan butuh keterampilan teknologi. Sedangkan salah satu kelebihan sinkronus adalah menghemat alat pembelajaran. Misalnya saat kegiatan eksperimen. Anak-anak cukup melihat video maupun mengikuti petunjuk yang diberikan sehingga akan diperoleh hasil akhirnya. Aplikasi yang digunakan bisa komunikasi melalui chatting whatsapp, telegram, facebook. Selain itu, untuk panggilan secara langsung bisa menggunakan zoom, google meet, video call. Guru bisa langsung memaparkan video maupun teks materi dan anak-anak langsung bisa menuliskan pesannya.

2. Asinkronus. Pembelajaran ini memanfaatkan internet dan perangkat lainnya. Waktu interaksi dilakukan antara guru dan anak didik berbeda. Dengan waktu yang lebih fleksibel, membuat anak didik dapat berpikir lebih dalam sebelum berdiskusi. Daring asinkronus terdapat interaksi secara tidak langsung. Daring asinkronus misalnya melalui Youtube, LMS, Ruang Guru, E-mail atau surel, Google Form, Padlet, Quizizz, dan blog. Sedangkan luring asinkronus, guru bisa mengirimkan datanya melalui Flashdisk, CD, dan lainnya.

Dari sisi orang tua, maka pemanfaatan smartphone bisa digunakan sebagai alat bantu dalam pendampingan belajar. Saat orang tua tidak mampu memberikan jawaban, maka tinggal berselancar ke Google maka akan disodorkan jawabannya. Tinggal bagaimana pengawasan orang tua kepada anak-anaknya agar pemanfaatan smartphone ini tidak semena-mena. Upayakan ada pembatasan dan pendampingan. Jangan dibiarkan anak asyik sendiri bermain smartphone dengan dalih sedang belajar.

Ada fakta yang menunjukkan dengan bermain smartphone terlalu lama menyebabkan saraf mata menjadi rusak dan mempengaruhi kerja otaknya. Anak akan mudah marah dan berpikir praktis. Ingin semuanya serba cepat. Otaknya sudah terbiasa dengan gambar yang bergerak cepat, dan memerintahkan tangan untuk bergerak sesuai perintah otak.

Guru, orang tua dan siswa perlu adanya komunikasi yang efektif. Hasilnya adalah pembelajaran akan berjalan sesuai tujuan. Sekali lagi, jadikan alat pintar ini sebagai sarana saja. Kehadiran guru tidak akan tergantikan teknologi. Saat anak menangis dan meminta bantuan, guru secara langsung akan menolongnya dan memberikan rasa nyaman.

#Tantangan menulis hari ke 26 Lomba menulis di blog menjadi buku.

Profil Penulis
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.

Kamis, 25 Februari 2021

Rumah Kontrakan

 Rumah Kontrakan

 Sumber :Mediamaya.net

Bapak memiliki tiga orang anak.  Marni adalah anak pertamanya.  Anak kedua sudah diambil Pemiliknya saat Marni memiliki bayi berusia 6 bulan.  Sedangkan anak ketiga terpaut usia 8 tahun dengan Marni.  Bapak Ibu Marni adalah seorang perantau di kota tersebut.  Bapak Ibu orangtua Marni menempati rumah yang bentuknya hanya sepetak kamar.  Dindingnya terbuat dari gedheg, dengan bahan bambu yang dibelah tipis kemudian dibuat anyaman.  Terpasang di tengah dinding foto pernikahan Bapak dan Ibu.

Kriettt..suara pintu berderit saat sang tuan rumah memasukinya. Seolah merintih kesakitan.  Pintu kayu yang sudah tua dan engsel pintu yang lama tidak diolesi minyak.

“Assalamu`alaikum, Bu.  Bapak dah pulang, ini bawa singkong.” Bapak pulang dari kerja.  Motor tua yang merupakan inventaris kantor setia menemani Bapak keliling hutan.

“Wa`alaikumsalam..kebetulan Ibu lagi pengen banget makan yang berbau umbi-umbian.”  Ibu Marni waktu itu masih belum bekerja.  Usia kandungannya sudah hampir 9 bulan.  Perkiraan lahir sang bayi adalah bertepatan dengan hari raya Idul Fitri.  Ibu begitu tegar dan sederhana dengan pemberian Bapak yang hanya hidup di rumah kontrakan itu. Sekamar kontrakan berisi dipan, almari dan kompor kecil dengan aneka alat masak.  Alat masak sederhana yang penting bisa untuk makan berdua dengan lauk ala kadarnya.

“Sudah masak apa Bu, Bapak mau solat dulu,” Bapak melepas dahaga dengan meminum secangkir teh hangat buatan Ibu.

“Sayur lodeh terong sama ikan asin, Pak.”

Di samping rumah, ada sebidang lahan yang tidak begitu luas.  Bapak minta ijin ke pemilik kontrakan untuk memanfaatkan lahan itu.  Bapak membeli induk ayam.  Ternyata Bapak ingin beternak ayam untuk menambah penghasilan.  Bapak dengan tekun membuat beberapa kandang ayam.  Dalam waktu enam bulan, ayam-ayam sudah mulai bertelur.

“Wah, Pak, ini telurnya lumayan bisa untuk beli beras,” Ibu berkata sambil mengambil telur-telur dan ditaruh di keranjang.  Lumayan hampir ada 15 butir.

“Iya, ini pakannya juga harus banyak supaya ayam-ayam ini banyak telurnya,” Bapak sembari membersihkan kandang ayam supaya bau kotorannya tidak mengganggu tetangga sebelah.

Ibu mengumpulkan telur lalu menjualnya ke pasar atau dititipkan ke warung.  Terkadang ada juga tetangga yang pesan.  Telur ayam Jawa ini jarang ada di pasar.  Biasanya mereka membeli untuk campuran jamu atau dikonsumsi biasa.  Bagi yang alergi kulit, telur ayam Jawa tentulah dicarinya.

Usia kehamilan Ibu 38 minggu, Ibu sudah menyiapkan satu tas besar berisi perlengkapan persalinan nanti. Ada popok, kain bedong, gurita, kain kecil, baju, topi  dan selimut bayi.  Bapak juga sudah menyiapkan ember mandi bayi dan membersihkan ruangan kamar.  Bapak jauh-jauh hari mengecatnya supaya nanti baunya hilang saat sudah memiliki bayi.

Kata Bu Bidan, bisa kemungkinan hari lahirnya juga maju satu minggu.  Ibu sudah merasa kepayahan untuk berjalan jauh.  Seiring dengan itu, tidak tahu penyebabnya apa, ayam-ayam pun satu persatu ada yang sakit dan akhirnya tidak bisa diobati lagi.  Bapak merasa sedih, usaha ternaknya kini pupus.  Walaupun hamil, Ibu masih kuat untuk menunaikan Puasa Ramadhan hingga genap satu bulan.  Sebetulnya dari bidan sudah menyarankan supaya Ibu tidak perlu berpuasa, mengingat kesehatan ibu dan janinnya.

Azan magrib pun tiba, Ibu sudah merasa ingin melahirkan.  Lalu Bapak segera berpamitan kepada pemilik kontrakan dan bersigap mengantar ke rumah sakit terdekat.  Ibu mengambil nafas untuk mengurangi nyeri. Di perjalanan, Bapak sambil terus mengucap zikir untuk menenangkan hati.

Puji syukur tiada terkira ke hadirat Robb semesta alam, lahirlah seorang bayi perempuan dengan wajah mirip ayahnya.  Tangisnya memecah suara takbir Idul Fitri yang menggema di setiap sudut masjid.  Bayi mungil, berambut lebat dan sempurna.  Ibu melahirkan secara normal.  Rambut bayi yang begitu lebat karena Ibu suka sekali makan bubur kacang hijau.

“Terima kasih, suster sudah membantu saya sehingga persalinannya lancar,” Ibu menyampaikan terima kasih dengan berkaca-kaca.

“Sudah tugas saya , Bu,” jawab perawat sambil merapikan kain bedong agar bayi terasa hangat.

“Maaf, bolehkah saya memakai nama  suster untuk anak saya? saya berharap anak ini bisa banyak menolong orang nantinya,” kata Ibu. Untuk mengingat jasa perawat yang membantu persalinannya, maka atas seijin beliau, akhirnya nama suster tersebut disematkan di nama Marni.

“Silakan, Bu. Semoga doanya terkabul.”

Suster kembali mendekatkan Marni kecil ke dekapan ibunya.  Tadi sudah inisiasi minum air susu ibu pertama kali.  Bayinya begitu tenang setelah meminum air susu.

Ibu hanya semalam menginap di rumah sakit.  Dokter sudah mengijinkan pulang  melihat kondisi ibu sudah kembali sehat.  Bapak segera berkemas dan  memesan becak untuk mengantar pulang.

“Wah, senangnya kita sudah dikaruniai amanah momongan, Pak,” Ibu berbinar-binar seolah sudah melupakan ayam-ayam yang dulu pernah mengisi waktu luangnya.  Dulu mengurusi ayam dan sekarang sudah sibuk mengurusi bayi.

“Iya, Bu.  Aku akan mengabari keluarga orang tua kita.  Pasti mereka senang sekali mendengar kabar sudah bertambah cucunya.” Bapak berujar dengan hati bersuka cita.

“Bapak, kalau kita sudah ada simpanan uang, baiknya kita segerakan saja Aqiqohnya,”usul Ibu sambil menyusui Marni.

“Tabungan Bapak sepertinya cukup, nanti kalau kurang kita jual kayu-kayu yang sudah kita beli untuk rencana rumah baru kita.” Bapak sudah menyisihkan uang gajinya untuk membeli sebidang tanah.  Kemarin Bapak ketemu teman sekantornya dan sudah survey tanah yang akan dijualnya.

Marni sudah berusia satu tahun.  Sudah banyak kemajuan perkembangannya seperti bayi-bayi seumurannya.  Karena minim uang, Ibu kadang mengganti susu dengan air tajin.  Air tajin adalah air hasil menanak nasi.  Ibu sengaja memberi air yang agak banyak agar ada sisa airnya.  Ibu mengambil dengan sendok dan menuangkannya ke botol susu.  Kemudian diberi garam sedikit.  Marni kecil pun mau meminumnya.  Sekali waktu air tajin diberi gula Jawa untuk mengganti rasa.

Kemudian Bapak mengutarakan maksud ingin pindah kontrakan karena sudah membeli tanah.  Untuk ke depannya akan dibangun rumah.  Supaya tidak terlalu jauh, maka Bapak mencari kontrakan yang lebih dekat dengan rumah barunya.  Akhirnya Bapak menemukan kontrakan yang kondisi rumahnya lebih baik dari kontrakan sebelumnya.

#Tantangan menulis hari ke 25 Lomba menulis di blog menjadi buku.

Profil Penulis
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.

Rabu, 24 Februari 2021

Menulis itu Menyenangkan

 Menulis itu Menyenangkan


Sumber :Pixabay.com

Menulis itu menyenangkan.  Itulah modal awal untuk memulai menulis.  Kita harus membuat mindset otak kita nyaman dan bahagia saat menulis.  Ibarat dikejar deadline maka otak akan otomatis tertuju pada satu ide.  Mungkin awalnya adalah “terpaksa” nanti lama kelamaan akan menjadi terbiasa.  Mengapa menulis terkadang dianggap sesuatu yang sulit?  Karena memang tidak terbiasa menulis.  Meminjam istilah Pak Catur, beliau adalah Redaksi Pelaksana dari Suara Guru PB PGRI, kuncinya adalah menulis, menulis, menulis.  Tidak ada kata terlambat untuk mengawalinya.

Selain itu, kita bisa belajar dari penulis hebat seperti Joanne Kathleen Rowling atau dikenal J.K. Rowling dengan buku best sellernya Harry Potter.  Awalnya 12 penerbit menolak untuk menerbitkan karya perdananya. Hingga akhirnya penerbit kecil Bloomsbury memberi kesempatan kepadanya.

Sebagaimana disebutkan dalam surat Al Insyiroh ayat 6 : “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.  Kita pasti meyakini hal ini. Kita tentu berupaya dengan tekad yang kuat dapat melalui hambatan dan kemalasan untuk menggerakkan jemari kita menari di atas tuts maupun ponsel.

Sylvia Plath mengutarakan bahwa “keraguan adalah musuh kreativitas”.  Kita tidak akan melangkah dengan mantap jika selalu dihantui bayang-bayang keraguan.  Kapan kita akan berani mencoba.  Layaknya seorang anak yang baru belajar naik sepeda.  Dia berlatih dengan sepeda roda tiga.  Kemudian bertambah lagi kemampuannya, mengganti sepedanya dengan sepeda mini dengan dilengkapi roda bantu.  Dia masih merasa takut.  Ada kenyamanan saat masih ada roda bantu.  Namun dia ingin berlari mengejar teman-temannya mengayuh sepeda di urutan pertama.  Dia akan melepas roda bantunya.  Sekali waktu, dia pasti roboh merasakan sakit.  Namun keinginan besar mengalahkan rasa sakitnya, dia mencoba terus sampai akhirnya dia kayuh sepeda dengan kencangnya.

Menulis adalah suatu keterampilan.  Bukan alasan jika kita mengatakan tidak memiliki bakat menulis.  Keterampilan menulis tentu berproses.  Perlu banyak latihan dan menyediakan waktu untuk sedikit bermanja dengan si pena.  Setelah terbiasa menulis maka akan ditemui banyak trik dan pengalaman.

Ide mengalir begitu saja saat kita bekerja.  Jangan sia-siakan ide brilian ini tanpa kita tuangkan dalam sebuah tulisan.  Ide merupakan mutiara yang terserak.  Kita ambil satu persatu mutiara itu untuk kita rajut menjadi sebuah kalung yang indah.  Tulisan yang sampai di hati pembaca tentu perlu banyak polesan.  Pembaca akan merasa ikut hadir dan terhanyut dalam bacaan yang kita tulis.  Untuk itu kita perlu dikuatkan dengan wawasan bacaan yang luas.  Menulis dan membaca ibarat sisi mata uang.  Jika ingin lebih bagus tulisan kita maka kita perlu banyak membaca.  Dengan membaca akan memperkaya diksi, gaya menulis dan pengetahuan untuk bahan ide menulis.

Saat menulis kita akan mendapat pengakuan dari masyarakat jika kita konsisten dalam menulis.  Keberlanjutan dan kontinuitas akan melahirkan sebuah karya.

Bagaimana untuk mengawali menulis?  Kita bisa menulis dari apa saja yang kita sukai dan alami.  Tentu kita masih punya rekaman memori kegiatan selama sehari.  Suatu kejadian akan menjadi inspirasi sebuah tulisan.  Tulislah terus dan jangan berhenti.  Setelah dikeluarkan semua yang ada di pikiran kita maka barulah proses mengedit.

Bahan yang bisa dijadikan untuk menulis diantaranya :

  1. Menulis profil diri, maupun profil orang yang dikagumi. Kita cari sumber bacaan untuk memperkaya tulisan kita.
  2. Mengungkapkan sesuatu yang mengganjal di hati. Tuangkanlah menjadi sebuah tulisan.  Namun, tak bisa kita tinggalkan dengan prinsip bahwa hanya kepada Allah SWT, tempat kita memohon, bergantung dan mencari solusinya.
  3. Jika kita sedang mengalami sebuah perjalanan. Tentu banyak hal baru  yang kita lihat dan alami.
  4. Hasil pengamatan dari sebuah peristiwa maupun praktik pembelajaran.
  5. Peristiwa bersejarah. Suatu moment penting yang tidak biasa kita alami tentu menjadi catatan tersendiri dalam hidup kita.

Setiap kebaikan pasti ada pertentangan.  Sama halnya dengan menulis.  Ada 2 musuh menulis yaitu rasa takut dan rasa malas.  Rasa takut jika dianggap jelek dan tidak aktual.  Rasa malas karena kesibukan dan waktu yang tersita.  Inilah yang dinamakan writterblock.  Jika kita mengalami hal ini maka kita bisa mengalihkan sejenak alam pikiran kita ke obyek yang lain.  Kita mencari hawa segar.  Maka akan kembali refresh dan siap menerima ide baru lagi.

Ingin menjadi penulis yang memikat maka kita bisa menyederhanakan kalimat.  Kita bisa membaca tulisan Bapak Dahlan Iskan.  Beliau banyak menggunakan kalimat-kalimat yang pendek dan lugas.  Kalimat pertama sebagai kuncinya.  Untuk kalimat berikutnya adalah kalimat penjelas. Jika buka repetisi maka hindari pengulangan kata dan manfaatkan kata ganti.

Tulisan kita baiknya melihat pula segmen pembacanya.  Jika akan mengirim tulisan, kita lihat dulu segmen media massa tersebut.  Isinya banyak menayangkan tentang hiburan, kesehatan, ataupun olahraga.  Kita belajar membaca tulisan orang lain sampai akhirnya kita akan memiliki genre dan gaya tulisan kita.

Beberapa hal yang perlu dihindari bagi seorang penulis adalah plagiarisme, menulis yang memicu SARA, dan bernada hoaks.  Kita membuat tulisan selayaknya bisa dinikmati pembaca dan ada nilai kebermanfaatan untuk semua.

Semoga bermanfaat.

Sumber Tulisan : materi Self Driving For Teacher PGRI Digital Literasi yang disampaikan oleh Bapak Catur Nurrochman Oktavian , M.Pd

#Tantangan menulis hari ke 24 Lomba menulis di blog menjadi buku.

Profil Penulis
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.

 

 

 

Sayuran Mamak Siti

  Sayuran Mamak Siti

Sumber :m.fimela.com

“Marni, kamu beruntung sekali.  Kamu menjadi pegawai di masa sekarang”.  Ibu tiba-tiba mendekati Marni.

“Memangnya kenapa Bu?”.  Marni penasaran dengan pernyataan ibu.

“Di jaman dulu saat ibu awal mengajar banyak menemui tantangan. Mengajar dengan jalan yang masih berbatu dan jauh dari kota.” Ibu bercerita sampai berkaca-kaca mengenang ceritanya.

Marni memiliki ibu seorang pensiunan guru.  Ibunya lulusan dari Pendidikan Sekolah Agama.  Saat itu, karena keterbatasan biaya, akhirnya ibu hanya menamatkan sampai tingkat SMA.  Profesi guru di jaman itu adalah profesi yang jarang diminati banyak orang.

***

“Ayo, Bu. Ini sudah hampir jam 7, nanti ibu terlambat mengajar,” kata Bapak yang sedang memakai sepatu panjangnya. Istilahnya sepatu but.  Sepatu warna hitam yang terbuat dari plastik dengan bahan karet.  Tingginya kurang lebih sampai 30 cm hampir menyentuh lutut.  Bapak sengaja memakai sepatu itu karena medan kerja Bapak di dataran tinggi yang berwarna merah.  Saat musim hujan, pasti tanahnya akan licin dan becek.

“Iya, tunggu. Ibu ambil tas dulu,”.

“Mb War, tolong dijaga Marni ya, jangan lupa disuapin!”, pesan Ibu.

Mb War adalah orang yang mengasuh Marni sejak kecil.  Orangnya memiliki rambut yang panjang dan bermata bulat.  Sifatnya juga sabar dalam menjaga Marni.

Ibu dan Bapak berangkat kerja berboncengan.  Wilayah kerja dinas Bapak dan Ibu sejalan arahnya.  Kurang lebih memakan waktu 30 menit untuk sampai ke sekolah.

Sepanjang perjalanan hawanya masih dingin.  Kanan kiri banyak pepohonan besar.  Untuk menuju ke tempat sekolah,  Ibu harus melewati pinggiran bendungan.  Sebetulnya ada dua jalan untuk menuju ke sana.

“Bu, nanti turun dekat dermaga ya, ini hari Selasa banyak perahu yang menuju ke sana karena bersamaan dengan pasar ikan.”

“Ya bisa, Pak.  Aku turun di sini, nanti pulangnya aku jemput di sini juga ya.”

“Ya, hati-hati,” ucap Bapak.  Ibu lantas mencium tangan Bapak dan menuju ke bawah.  Perahu sudah menanti para penumpang.  Setelah menunggu 2 orang lagi, berangkatlah perahu tadi.  Perahu feri yang dikendalikan dengan mesin dan bahan bakar solar.  Penumpang banyak yang membawa ikan.  Ada pula sekeranjang sayur mayur.

Sampailah Ibu di tempat pemberhentian perahu.  Semua penumpang turun.  Pak Nahkoda membantu menurunkan bawaan penumpang. Kemudian ibu berjalan ke atas dan bila bernasib baik, maka akan ada teman Ibu yang naik motor melewatinya. Ibu bisa sedikit lega mengurangi rasa cape. Kalau tidak ada, maka  Ibu akan  berjalan kaki sejauh 1 km.

“Wah rupanya, teman-temanku sudah lewat,” gumam Ibu menghilangkan kesendirian.

Peluh menetes di bajunya.  Sepatu yang semula sudah bersemir hitam akhirnya menjadi pudar dan berwarna kecoklatan karena tersenggol sandal dan barang para penumpang kapal.

Anak-anak masih ada yang bermain di luar.  Ternyata setelah Ibu masuk ke kantor, bel masuk segera dibunyikan.  Di dalam kantor hanya ada 4 guru.  Padahal ada 6 kelas yang harus diajar.  Akhirnya para guru berbagi, kelas mana yang akan bergantian bisa ditinggal.  Tentu saja kelas atas yang sudah lebih bisa diatur dan bisa mandiri dalam belajar.

Teng..teng..teng…Suara bel tanda masuk.  Anak-anak yang bermain berhamburan berbaris di depan kelas masing-masing.  Satu anak ada yang menjadi pemimpin barisan dan yang lain membentuk barisan ada 3 banjar.  Sebelum masuk kelas anak-anak mengucapkan doa dan menghafal Pancasila.  Pemimpin kelas mencari barisan mana yang paling lurus dan tertib.  Itulah yang akan masuk kelas terlebih dahulu.  Ibu siap menunggu di depan kelas untuk bersalaman dengan anak-anak.

“Assalamu`alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,” salam Ibu sambil memandangi anak-anak satu persatu.

“Wa`alaikummussalam waromatullohi wabarokaatuh,”.

“Anak-anak sebelum kita mulai pelajaran, kita membaca basmalah bersama,” Ibu menyapa anak-anak didiknya.

Anak-anak belajar dengan gaya mereka masing-masing.  Ibu mengajar di kelas 2.  Anak-anak masih belum bisa duduk dengan tenang.  Akhirnya ibu membuka pengajaran dengan bercerita tentang Kisah Adam saat masih di surga.  Anak-anak akhirnya terdiam dan mendengarkan kisahnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas.  Tiba waktunya mereka pulang ke rumah.  Semua berkemas dan memeriksa laci masing-masing, apakah ada barang yang masih tertinggal.  Mereka semua ada yang tidak memakai alas kaki.  Dengan alasan sepatunya masih basah dan tidak memiliki sandal.  Mereka pun berpenampilan sederhana dengan hanya membawa satu buku.

Tiba-tiba ada wali murid yang mendatangi kelas Ibu.  Seorang perempuan berbaju kebaya dan memakai kain jarik.  Caping masih terpasang di atas kepalanya.  Dia menurunkan bokor namanya tenggok berisi aneka sayuran dan hasil bumi.  Ada daun singkong, daun ubi jalar, kacang panjang dan singkong.

“Ibu, maaf mengganggu waktunya.  Ini saya bawa panenan dari ladang.  Tolong dibawa pulang untuk ibu dan bu guru di sini.  Kami terima kasih sudah mengajari anak saya,”.  Dia mengatakan sambil membuka capingnya.

“Wah…terima kasih sekali Mamak Siti.  Sudah repot bawa panenannya ke sekolah,”.  Ibu berkata dengan senyum khasnya.

“Saya malah yang minta maaf tidak bisa membayar sekolah Siti.  Sudah dua bulan ini menunggak SPPnya,” katanya dengan berat hati.

“Kami, paham bu, yang penting anak-anak memiliki semnagat untuk terus belajar dan tidak malas-malasan,” Ibu menyampaikan sambil menepuk bahu Mamak Siti.

“Ya sudah, Bu. Salam saja buat Bu Guru yang lain,” Mamak Siti berpamitan undur diri.

“Baik, Bu. Nanti saya sampaikan, sekali lagi terima kasih.” balas Ibu.

Bresss.  Mendung sejak pagi tadi ternyata merupakan tanda akan turunnya hujan.  Tiba-tiba awan sudah tidak kuat menahan kumpulan air.  Tik…Tik…hujan pun turun.  Ibu bersiap pulang dan mencari mantelnya.  Akhirnya Ibu melepas sepatu dan ditinggal di sekolah.  Ibu pulang menggunakan sandal jepit.  Tangan kanan membawa tas dan sebelah kirinya membawa sayuran dan singkong secukupnya setelah dibagikan dengan rekan guru lainnya.

Ibu naik motor bersama temannya.  Lalu Ibu diturunkan di tempat yang biasa untuk naik kapal.  Hujan belum reda, tinggal gerimis kecil. Beruntunglah Ibu, ternyata kapal tidak menunggu sampai banyak penumpang.  Karena sudah mendekati jam 1, Pak nahkoda menjalankan perahunya.

Pemandangan selama naik perahu yang terlihat adalah air yang menghijau dan kanan kiri hutan pinus.  Konon ada yang pernah melihat sekawanan monyet melintasi pohon.  Mungkin mereka sedang mencari makan.  Di tengah bendungan juga ada karamba ikan tawes.  Lumayan besar berukuran sekitar 10 x 20 m.  Setelah 20 menit, tibalah perahu di dermaga.

“Ini, Pak bayarannya,” Ibu memberikan uang kepada pak Nahkoda.

“Iya Bu, terima kasih.” balasnya.

Ibu kembali naik ke atas dan menunggu di tempat biasa.  Bapak ternyata sudah sampai terlebih dahulu.  Bapak pun sudah memakai mantel hujannya.  Rupanya hujan merata. Bapak Ibu pulang menuju ke rumah.  Marni kecil sudah menunggu kedatangan Bapak Ibunya.

#Tantangan menulis hari ke 23 Lomba menulis di blog menjadi buku

https://terbitkanbukugratis.id/safitri-yuhdiyanti/02/2021/sayuran-mamak-siti/

Senin, 22 Februari 2021

Persahabatan bagai Kepompong


 Persahabatan bagai Kepompong

Sumber :Pinterest.com

Sreenggg…bunyi makanan yang digoreng. Qia sedang menggoreng telur.  Kadang Qia tidak mau makan apa yang sudah disediakan Emak.  Akhirnya Qia mengambil telur di lemari es. Telur ceplok hasil gorengan Qia sendiri. Dia dengan cekatan memecah telur dan menaruh di mangkok kecil.  Katanya takut kalau langsung menggoreng di atas wajan penggorengan.  Takut kulitnya kecipratan terkena minyak.  Bau telur memenuhi ruangan dapur minimalis Emak.

 “Qiaaa, main yuk, aku tunggu di depan rumah yaa,” panggil Inay dan Via.  Mereka adalah teman bermain Qia.  Rumah mereka hanya berjarak 5 rumah.  Inay dan Via adalah kakak beradik yang memiliki badan sama besar.  Maklum usia mereka hanya bertaut satu tahun.  Via dulu teman Qia satu sekolah di TK.

“Iya, sebentar.  Aku habiskan makan dulu.” Qia menghabiskan sarapan paginya, nasi putih dengan telor ceplok yang dihiasi kecap.  Qia segera menaruh piring kotornya di tempat cucian piring. Dia mencari-cari jilbabnya.  Berlari ke tempat gantungan mukena.  Ternyata tidak ketemu.  Dia kemudian mengambil jilbab di lemari kecilnya.

“Emak, Qia main ya, tuh sudah ditunggu.”

“Kalau ada azan zuhur, kamu pulang ya,”. Emak berpesan supaya Qia tidak terlambat solat zuhurnya.

“Iya, Mak.  Qia nanti pulang,”.

Qia belum bisa belajar sendiri.  Selama daring, harus ada Emak yang mendampinginya.  Lifa sendiri sudah aktif ngezoom sejak pagi sehingga tidak bisa mengajari Qia.  Ijad jarang menemaninya, ia kadang asyik sendiri main bersama teman-temannya.  Jika Emak  jadwal WFO maka waktu untuk mendampingi belajar Qia, pada siang atau malam  harinya.

Selama satu hari, Qia belajar pelajaran umum kemudian setoran membaca Iqro.  Bu Gurunya berpesan  Qia mendengarkan hafalan 3 ayat sehari sampai sepuluh kali.  Qia masih berulang kali diingatkan. Selama daring banyak sekali kendalanya. Teman, ponsel yang bergantian, kadang sinyal yang tidak bersahabat, maupun waktu pendampingan belajar.

“Nanti sepulang Emak dari sekolah, Qia belajar ya,”.

“Ya, Mak.  Qia nanti belajar dan ngajinya di rumah.” Emak mengingatkan.  Emak pun bersiap ke sekolah dengan membawa setumpuk administrasi dan laptopnya.  Tas punggung yang sudah robek bagian atas setia menemaninya.

***

Qia asyik bermain boneka barby hadiah dari teman Emak.  Boneka yang sudah dicorat-coret mukanya.  Kata Qia, ingin diberi lipstik dan wajahnya dimake up supaya lebih cantik.  Qia juga minta dibelikan sepatu barby.

“Emak, Qia minta dibelikan sepatu barby yaa, ada kok di toko mainan,”.

“Mahal Qia, Emak tidak punya uang.” Emak sengaja tidak langsung mengiyakan supaya melatih Qia bersikap hemat.

“Emak, Inay juga punya, katanya beli di sana.” Qia menegaskan kembali.  Mukanya mulai memelas dan memandangi Emak, tanda minta dikabulkan.

“Qia janji, mengurangi jajannya ya..uangnya untuk membeli mainan itu.” Emak berkata pelan supaya lebih masuk ke hati Qia.  Akhirnya Qia menyetujui.  Sepulang sekolah Emak menjemput Qia untuk bersamanya membeli sepatu barby.

Sebelum berangkat ke toko mainan, Emak mengingatkan supaya Qia tidak minta mainan yang lain.  Emak hafal dengan perangai Qia jika ke toko mainan.  Bisa jadi saat melihat mainan yang begitu banyak, Qia berubah pikiran.  Sesampainya di toko mainan, Qia langsung berlari mencari sepatu keinginannya.  Di toko mainan, banyak dipajang aneka mainan.  Mulai dari jepitan rambut, boneka, bola, masak-masakan, binatang mainan, mobil-mobilan yang bisa dinaiki, hotwell sampai asesoris hiasan.

“Ini, Mak.  Ada kan? Qia beli sebungkus saja.”

“Ya, sudah.  Emak bayar dulu,”.

“Ibu, ini berapa harganya?” Emak menunjukkan barang yang mau dibelinya.

“Lima belas ribu, ada yang lain bu?” tanya penjual mainan.  Karena melihat Qia masih memegang-megang mainan lainnya.

“Sudah ini saja, Bu.” Seolah Emak tidak mempedulikan Qia yang masih asyik di tempat mainan.  Ada 3 orang yang sedang memilih mainan.  Semuanya bersama anaknya yang masih seusia kurang lebih 4-6 tahun.

“Ayo Qia, kita pulang, ingat janjinya tadi.” Emak sudah bersiap memberi uang parkir dan menyalakan motornya.  Qia pun keluar dari toko mainan.  Helm bergambar Winnie the Pooh dipakainya.  Sambil naik di belakang Emak, pandangan Qia masih ke toko mainan.  Dia mungkin masih punya keinginan mainan lainnya.  Cukup dipendam di hatinya.

Di keesokan harinya, gantian Qia yang menghampiri rumah Inay dan Via.  Dia sudah menenteng tas LOL warna pink dan boneka barby.  Qia paling banyak memiliki banyak dibandingkan saat Lifa kecil.  Lifa tidak suka main boneka.  Dia paling sering mainan ke luar ataupun berkejar-kejaran.

Inay dan Via berbeda agama dengan Qia.  Inay, Via dan Qia begitu akrab.  Qia saat bermain ke luar tak pernah menanggalkan jilbabnya.  Qia juga pernah bercerita, saat azan telah tiba kadang Inay yang usianya paling tua mengingatkan,” Qia, kamu ga solat dulu?”.  Akhirnya Qia pun berlari pulang untuk menunaikan kewajibannya.  Bapak juga sering berpesan, saat tiba waktu solat, waktu bermain berhenti dulu.  Jika Qia melanggar, pasti Bapak yang bertindak.

“Qia, kamu sudah beli sepatunya ya. Wah, bagus-bagus, ada yang peach, biru, ada juga sandalnya.” seru Via.  Sepatu barby dengan aneka model dari yang jenis hak tinggi sampai sepatu model mayoret.

“Kemarin siang, aku beli sama Emak di toko mainan yang kamu tunjukkin,” Qia nampak girang.

“Ini sepatu untuk pesta, sama untuk pergi jalan-jalan.  Aku suka warna peach.  Aku pinjam ya,” Inay memilih sepatu baru Qia.  Dari dalam tas LOL keluarlah isinya berupa dot bayi, sepatu mungil boneka LOL, baju dan tasnya.

Sore hari yang cerah.  Banyak anak bermain di perempatan jalan.  Anak laki-laki bermain badminton, yang perempuan bermain kejar-kejaran.  Ada juga yang usia 2 tahun berlarian mengikuti kakaknya.  Ibunya tak mau kalah sudah pasti harus mengikutinya.  Maklum dia sedang senang-senangnya bisa berlari.

Inay dan Via berbaju piyama warna biru tua, bergambar burung hantu.  Mereka tampak anak kembar.

“Qia,Qia, main yuk,” Via memanggil di balik kaca riben.  Via tidak tahu bahwa yang di dalam rumah ada Lifa yang sedang melihat gayanya menata kunciran rambutnya.

“Sebentar, Qia baru mau pakai baju.” Lifa menjawab dari dalam rumah.

Qia pun melongok lewat kaca, dilihatnya Inay dan Via memakai baju piyama.  Qia pun melipat kembali kaos kelap kelip dan celana abu-abu adidasnya.  Qia berubah pikiran ingin memakai baju piyama yang sama dengan mereka.

Seminggu yang lalu Qia minta dibelikan baju piyama.  Qia bercerita ingin punya baju kembaran.  Emak juga kaget Qia mengenal istilah baju piyama, karena sebelumnya Emak hanya mengatakan baju tidur.  Mungkin dari obrolan mereka sehingga Qia menambah lagi kosa katanya.

Di daerah dekat rumah sakit memang ada dua toko.  Saat memasuki toko tersebut, Qia tidak menemukan baju yang dimaksud.  Akhirnya setelah mau pulang barulah menemukan tokonya, yeahh.. ternyata TUTUP. Qia tidak mau selain membeli baju itu.  Emak hanya bilang besok lagi kita ke situ mungkin tokonya sudah buka.

“Emak, kita cari lagi yuk, ke toko yang kemarin,” rayu Qia.

“Nanti sore ya, mudah-mudahan tidak hujan,” Emak menjawab sambil mengetik surat untuk undangan besok pagi.

“Janji ya, Mak. Nanti jam 4, kita kesana,” Qia melirik jam di dinding. Qia sudah paham jarum jam.  Ada dua jarum panjang dan pendek.

Akhirnya Emak memenuhi janjinya.  Emak juga berpikir pasti Ijad yang akan protes jika tahu Emak membelikan baju baru.  Lain waktu, Emak berjanji akan membelikan kaos pendek permintaan Ijad sebulan lalu.

Baju piyama warna biru.  Qia mencari jilbab yang cocok dengan warna baju piyamanya. Diambilnya jilbab biru berenda garis pelangi dengan hiasan gambar kuda little pony.  Mereka bertiga pun tersenyum dan tertawa lepas bersama.  Seolah tidak ada beban.  Dewasa nanti akan menjadi kenangan.  Emak pun mengambil ponselnya, dan menyuruh mereka bertiga berpose di depan ruang tamu.  Klik…jadilah foto bertiga.  Emak mengirimkan hasil jepretannya ke mama Inay dan Via. Makna sahabat ini menjadikan Emak teringat dengan lagu yang dinyanyikan oleh band Sind3ntosca :

Persahabatan bagai kepompong

Mengubah ulat menjadi kupu-kupu

Persahabatan bagai kepompong

Hal yang tak mudah berubah jadi indah

#Tantangan menulis hari ke 22 Lomba menulis di blog menjadi buku.

Profil Singkat Penulis

Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300 , email : safitriyuhdiyanti@gmail.com.

Minggu, 21 Februari 2021

Berbagi Tugas


Berbagi Tugas

Baju bersih masih teronggok di kasur Ijad. Jemuran siang ini lumayan banyak. Qia senang sekali ganti baju. Saat keluar rumah tak lupa jilbab mungil selalu menutupinya. Walaupun baru 6 tahun, alhamdulillah sudah terbiasa menunaikan kewajiban muslimah. Qia termasuk anak yang pandai memadukan pakaian dan jilbabnya. Jika pakai jilbab pasti akan mencari yang cocok dengan bajunya. Tapi ada satu baju kesukaannya. Warnanya ungu, lengan pendek bermotif bunga, ada hiasan pita di belakang dan tasnya terselempang di pundak. Bajunya melebar saat dipakai. Qia mengatakan ini baju "princess". Sehari dipakai, dicuci, disetrika, esoknya dipakai lagi. Qia memakainya saat santai di rumah. Kalau dipakai keluar rumah, Qia pasti pakai celana "legging" sampai mata kaki.

"Emak, baju "princesku" mana?". Qia bertanya sambil mengeringkan badannya dengan handuk putih bergambar barby.
"Kemarin sudah dicuci, coba cari di kasur ada apa tidak?".
"Ga ada, Mak". Qia membolak balik semua baju. Semakin berantakan baju yang belum sempat dilipat itu. Emak akhirnya menghampirinya. Emak ikut mencari baju Qia. Rupanya baju "princess" terselip di antara baju yang lain di keranjang siap setrika. Akhirnya Qia memakai baju warna abu-abu dengan celana panjang merah pemberian tantenya.

Emak dengan 3 anaknya berbagi tugas. Lifa bertugas menyetrika dan menyapu rumah. Saat tidak ada zoom setoran pagi Lifa diminta membantu Emak memasak di dapur. Kata Mbah Uti kepada Marni, Lifa supaya sering-sering disuruh, supaya tahu pekerjaan yang ada di rumah. Sekaligus untuk membiasakan membantu orang tua. Kadang anak-anak sibuk sendiri dan tidak tahu tugasnya. Untuk itu, sebagai orang tua harus membiasakannya. Kelak saat dewasa tidak akan kaget dengan pekerjaan di dapur.

Ijad sebagai anak laki-laki sering bermain bersama temannya di luar rumah. Apalagi musim pandemi seperti ini, kalau sudah main akhirnya mengumpulkan tugasnya baru di sore harinya. Karena masih SD jadi belajar menggunakan zoom maupun google meet hanya sepekan dua kali. Emak memberi tugas rumah kepada Ijad untuk membantu melipat baju setelah diangkat dari jemuran.
"Ijad, ayo dilipat bajunya, mbak Lifa mau menyetrika nanti sore,".Lifa mengingatkan dari kamarnya. Ijad masih bermain lego bersama temannya.
"Iya nanti,". Ijad menjawab dengan singkat. Rupanya Ijad sedang serius bermain. Lego dibuatnya menjadi mobil tank lengkap dengan tentaranya. Mainannya begitu banyak dan kecil-kecil asesorisnya. Jika ada yang hilang satu, kadang Qia yang jadi sasarannya. Ijad mengira Qia yang bermain legonya.

Jam tiga sore sudah terlewat. Mendung menyelimuti. Sudah dua hari ini, matahari tidak bersinar cerah. Jika pagi hari, kabut tipis turun ke bawah, daun-daun berembun tebal. Srrgg..dingin saat keluar rumah. Hawa segar terasa.

Ijad beringsut dari tempat duduk dan segera merapikan mainannya. Lego dibelinya sejak masih TK, wajar saja ada satu kardus besar ketika semua mainnya dicampur. Ijad mulai mengerjakan tugasnya. Membalik dan melipat baju. Kadang Ijad sambil menggerutu karena sudah menggunung bajunya. Belum lagi jika ada selimut atau kerudung segiempat milik Emak. Ijad kesulitan melipatnya. Sebetulnya hanya kurang sabar saja. Sudah ingin segera main di luar bersama temannya.
"Qia, bantuin dong. Ini baju kamu banyak banget".Ijad sambil menumpuk baju dan memindahkan sebagian ke keranjang. Jika tidak dipindah, maka akan guling dan berantakan lagi.
"Nanti, Qia lagi mainan, aku yang kecil-kecil ya, Mas". Kalau Qia tidak segera menghampiri, Ijad kembali berteriak.
"Cepetan sih, Mas sudah ditunggu sama Mas Afik tuh".
"Iya, iya..Qia bantuin". Qia pun menurut dan menemani Ijad melipat baju. Ijad merasa Qia tidak diberi tugas apa-apa sama Emak. Jadi, Qia diajaknya. Emak pun kadang mengingatkan Qia supaya membantunya. Qia sebetulnya anak yang penurut. Qia paling cepat tanggap saat di suruh mengambilkan ini itu oleh Emak maupun kakak-kakaknya. Pikir Emak, itu sudah cukup memberi tugas buat Qia.

Ijad kemudian pergi ke luar sambil ijin pada Emak minta uang dua ribu untuk membeli jajan.
"Emak, minta uang dua ribu ya,". Emak sengaja memberi uang dua ribuan di dompet khusus jajan. Anak-anak jadi tidak repot dan mencari Emak meminta uang. Tapi sehari dibatasi hanya boleh mengambil 2 lembar karena Emak juga sudah menyediakan jajan di rumah. Saat akan mengisi dompet lagi, Emak akan mengabsen, siapa saja yang sudah mengambil uang jajan itu.

"Wah, uang Emak habis nih. Tadi siapa yang sudah jajan,".
"Tadi yang mengambil Qia dua ribu dan Ijad empat ribu. Terus ada pengamen lewat, ambil uang itu juga," lapor Lifa. Lifa merasa yang jarang jajan keluar, katanya malas keluar rumah. Lifa paling sering hanya nitip ke Emak saat berangkat ke sekolah.
"Ya, tidak apa-apa, yang penting tidak boros. Jajannya tolong diingatkan jangan beli sembarangan," pesan Emak.

Azan magrib masih kurang satu jam. Lifa segera menancapkan kabel setrika ke stop kontak. Sambil menunggu panas, Lifa merapikan alas setrika. Emak sudah hafal, Lifa hanya menyetrika baju yang kecil-kecil. Kaos Bapak, celana panjang Ijad, dan baju Qia, itulah yang sering disetrika Lifa. Daster Emak dan gamis pasti masih menumpuk di keranjang. Emak sudah menyuruh supaya Lifa latihan. Tapi ternyata belum mau juga. Lampu setrika pun berkedip oranye tanda sudah siap melindas baju supaya rapi.

"Qia, tolong dong masukkan bajumu ke almari," perintah Lifa. Pewangi pun disemprot menambah segar pada baju. Lifa pun menyetrika dengan cepat. Hasilnya belum halus dan rapi seperti setrikaan Emak. Cukuplah untuk meringankan pekerjaan rumah.
"Ya, Mbak sebentar, Qia belum selesai makan,". Qia menghabiskan makan dan minum kemudian beranjak menuju ke kamar. Qia membawa setumpuk bajunya dan mulai menata memasukkan ke almari. Qia pisahkan baju dalam, jilbab dan bajunya.

"Qia, ambilkan gantungan baju , 2 saja,". Rupanya kemeja Bapak sudah selesai disetrika, sehingga siap menanti untuk digantung di almari.

Qia pun mengambil gantungan dan memasukkan bajunya. Hasilnya belum rapi dan tidak seimbang kanan dan kirinya. Baju sudah bertumpuk rapi dan siap diangkut kembali. Setelah selesai, Lifa mencabut kabel dan meletakkan setrika dalam posisi berdiri.
"Emak, aku menyetrika jilbabku ya, biar hangat," kata Qia. Jilbab akan dipakai untuk mengaji bada magrib.
"Qia, setrikanya masih panas lho. Silakan boleh, tapi hati-hati kena kulit".
"Qia sudah pernah latihan kok, Mak. Dulu kan Qia punya mainan setrikaan juga," Qia menjelaskan supaya Emak percaya kemampuannya.

Lifa segera menyapu lantai. Kertas pesawat Ijad masih berantakan di luar. Mainan Qia sudah dirapikan kembali ke tempatnya. Lifa menyapu dengan cepat, azan magrib sudah berkumandang. Akhirnya tanpa seijin Ijad, kertas pesawat pun tersapu. Ijad tidak pulang. Biasanya setelah main, Ijad langsung menuju masjid. Mudah-mudahan tidak menanyakan kembali pesawat yang sudah mendarat di tempat sampah.

 

#Tantangan hari ke-21 Lomba Menulis di blog menjadi buku

Profil Singkat Penulis

Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300 , email : safitriyuhdiyanti@gmail.com,

https://terbitkanbukugratis.id/safitri-yuhdiyanti/02/2021/berbagi-tugas/

Sabtu, 20 Februari 2021

Pembentukan Budi Pekerti Anak Usia Dini

 Pendidikan Makan untuk

Pembentukan Budi Pekerti Anak Usia Dini


 
Makan bersama (Dok. Pribadi)

Saat saya menaiki angkutan kota menuju Purbalingga, di samping saya duduklah seorang ibu bersama putranya kurang lebih berusia lima tahun. Selang beberapa lama anak tersebut meminta makanan yang dibawanya dari rumah. Kemudian dengan lahap, anak tersebut makan sampai habis lalu dia menyerahkan bungkus makanan tersebut kepada ibunya, “Ibu, ini bungkusnya mau dibuang di mana?Tidak ada tempat sampah di sini”. Lalu si ibu menjawab, “Ya, simpan dulu di tas ini, nanti kita buang di tempat sampah”. Alangkah berbahagianya jika masyarakat sekitar kita mendidik seperti ibu ini.

Sebelum kita menyelami bagaimana pendidikan makan di sekolah bisa sebagai salah satu pembentukan budi pekerti bagi anak-anak, marilah kita bersenandung lagu berikut ini :

Sebelum kita makan, cuci tanganmu dulu,

Menjaga kebersihan agar sehat selalu,

Setelah kita makan jangan lupa doa,

Makan jangan bersuara,

Setelah kita makan ucap Alhamdulillah,

Pada Allah Yang Esa.

Makan dengan tangan kanan,

Makan tidak jalan-jalan,

Duduklah yang rapi seperti Rasulullah,

Makan tidak berantakan, makan tidak bersuara,

Ambillah yang terdekat, seperti Rasulullah”.

Kiranya lagu ini tidak cukup untuk kita hafalkan namun perlu pembiasaan dan keteladanan dari kita selaku orang tua di sekolah. Saat istirahat kita bisa melihat bagaimana etika anak-anak saat mereka makan bekal dan menghabiskan jajan yang dibeli dari para pedagang maupun yang dibawa dari rumah. Ada yang makan dengan tangan kiri, sambil berjalan, lalu membuang sampah secara sembarangan. Padahal di sekolah tentunya sudah ada papan bertuliskan BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA. Sebagai seorang pendidik tentunya kita tidak hanya mentransfer ilmu kepada anak didik kita tetapi perlu adanya penanaman pembiasaan yang baik dan tidak bosan-bosannya kita selalu berpesan sebelum jam istirahat tiba supaya mencuci tangan terlebih dahulu, makan tidak sambil berjalan dan sebagainya.

Anak-anak hendaknya diarahkan agar tidak terbiasa jajan sembarangan, karena khawatir akan mempengaruhi kesehatan mereka. Hal ini dilakukan dengan harapan agar mereka terhindar dari zat-zat kimiawi seperti zat pengawet, zat pewarna, zat pemanis buatan, serta zat-zat lain yang akan merugikan bagi kesehatan mereka saat ini maupun ketika sudah besar nanti. Berdasarkan hasil penelitian Dirjen POM yang melakukan pengujian 18 kota di Indonesia mengungkapkan ternyata 60 % sirup limun yang dijual di sekolah-sekolah mengandung bahan pewarna tekstil dan mikroba. Tentunya minuman seperti ini sangat buruk bagi kesehatan anak-anak.

Berdasarkan kurikulum Taman Kanak-kanak khususnya pada Lingkup Perkembangan Fisik Bagian C. Kesehatan Fisik indikator 52 disebutkan bahwa makan bersama dengan makanan bergizi. Hal ini bisa kita lakukan dengan menjadwalkan sebulan sekali merencanakan untuk makan bersama dengan menu yang variatif dan bergizi. Supaya makan bersama ini menjadi bernilai pendidikan dan anak-anak berlaku sopan di meja makan bukanlah hal yang sulit jika dilakukan sejak dini. Di sini ada empat standar prosedur pendidikan makan yang bisa kita lakukan yakni :

  1. Pijakan penataan lingkungan
    1. Menata alat makan dan bahan makanan di meja yang telah disediakan dan mengajak anak-anak supaya mereka merasa memiliki dan berguna.
    2. Mengatur tempat duduk anak secara efektif dan efisien.
    3. Satu orang guru mengajak anak didik untuk cuci tangan sedangkan guru lain menyiapkan alat dan bahan makanan dan minuman.
  2. Pijakan awal makan
    1. Guru membimbing supaya kita bersyukur kepada Allah atas nikmat diberi makan dan bisa makan dalam kondisi sehat.
    2. Meminta satu anak untuk memimpin membaca doa mau makan.
    3. Guru membimbing dan membagi alat makan.
  3. Pijakan saat makan
    1. Guru mengenalkan menu makanan.
    2. Guru mengenalkan jenis dan kandungan gizi dari nasi, lauk, sayur, buah, dan minuman.
    3. Memberi pijakan individual supaya anak-anak tidak pilih-pilih makanan.
    4. Mempersilahkan anak didik secara bergiliran untuk mengambil makanan secukupnya dimulai dari nasi putih.
    5. Guru memotivasi anak didik untuk mencoba semua makanan yang telah disediakan.
    6. Guru mengingatkan anak didik untuk mengambil makanan secukupnya dan bertanggungjawab untuk menghabiskan sehingga tidak mubadzir.
    7. Guru memotivasi anak didik agar mengikuti adab makan Rasulullah SAW (misal : makan dengan tangan kanan, makan tidak jalan-jalan).
    8. Jika anak melakukan kesalahan atau menumpahkan makanan guru jangan langsung mengatakan ini salah atau tidak baik karena akan mengurangi nafsu makan anak.
  4. Pijakan setelah makan
    1. Melakukan doa setelah selesai makan.
    2. Guru memberikan umpan balik positif dengan memuji anak dan mengucapkan terima kasih sudah melakukan hal yang baik saat makan.
    3. Membersihkan makanan yang berserakan.
    4. Membereskan alat makan sesuai klasifikasi tempat sendok, piring, dan gelas.

Demikianlah beberapa hal yang berkaitan dengan pendidikan makan supaya di kala mereka besar sudah memiliki pembiasaan sejak dini.

#Tantangan hari ke-20 Lomba Menulis di blog menjadi buku

Profil Singkat Penulis

Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300 , email : safitriyuhdiyanti@gmail.com,

https://terbitkanbukugratis.id/safitri-yuhdiyanti/02/2021/pendidikan-makan-untuk-pembentukan-budi-pekerti-anak-usia-dini/

Jumat, 19 Februari 2021

Tampil Eksis di Masa Covid 19

Tampil Eksis di Masa Covid 19


 

Masa sekarang adalah masa transformasi pendidikan. Guru melakukan pembelajaran secara online. Apabila guru sedang jadwal WFH maka manfaatkan sebaik mungkin. Bukan malah kita manfaatkan untuk acara keluarga maupun bersantai ria. Kita memiliki tanggung jawab moral kepada pemerintah dan wali murid apalagi terhadap Allah SWT,  Penguasa Alam Raya. Kita bangun komunikasi yang efektif dan tingkatkan kompetensi. Masa pandemi adalah masa yang sulit. Guru dan orang tua juga memiliki problema dalam menghadapi pembelajaran. PPKM Jilid 2 untuk Semarang, Solo Raya dan Banyumas akhirnya diberlakukan kembali untuk menurunkan angka Covid 19.
Kurikulum juga tidak dipersyaratkan untuk dituntaskan di masa pandemi ini. Untuk kurikulum dikemas berupa pembelajaran yang bersifat lifeskill. Guru profesional yang sudah lulus sertifikasi diharapkan untuk meningkatkan kompetensi profesionalisme dan kesejahteraan. Guru harus naik secara jenjang karier.

Kemarin saya mendapatkan pengalaman luar biasa dari Bapak Ulul Azam, S.Psi.,S.Pd.,M.Pd.,(c)Ph.D. berasal dari Pekalongan. Beliau menyampaikan tentang cara mengatasi pembelajaran supaya lebih eksis dan tidak mengalami pembekuan pembelajaran. Beliau lahir di Batang, 12 Juli 1987.  Pendidikannya dari S1 di Fak Psikologi UGM dan S2 BK. Saat kuliah S2 beliau ditawari memilih kelas yang reguler dengan biaya sendiri atau kelas Jumat Sabtu dengan biaya dari dinas. Ternyata beliau memilih kelas kuliah yang reguler. Beliau berpikir kelas reguler hari Senin-Kamis akan lebih memacu motivasi dan membuka pikirannya. Belajar bersama orang-orang yang masih berusia muda. Sedangkan kalau memilih kuliah di hari Jumat Sabtu, seolah hanya menuntut untuk legalitas. Kuliahnya bersama para senior pendidikan.

Kemudian masuk ke industri dan menjadi manajer pabrik. Setelah itu melanjutkan S3 Di UGM (proses). Riwayat kerja Pak Azam pernah menjadi Cabin Crew Garuda Indonesia, Guru BK SMK, Dosen FKIP, Manager HRD-GA Sami Surya Group, Tim Ahli/Konsultan di Islamic Development Bank, General manager PT Aston Sistem Indonesia, Direktur CV. Cipta Kreasi Indonesia, Owner Azzam Learning Center.

Pak Azam hanya memiliki motivasi utama yaitu kuliah untuk belajar, untuk uang bisa dipikir kemudian. Hal yang perlu dilakukan adalah memiliki semangat sendiri untuk meningkatkan potensi diri.
Sertifikasi harusnya memiliki kompetensi yang lebih unggul. Beliau mengamati jarang ada peningkatan secara signifikan dari sisi afektif, kognitif dan psikomotor. Jadi jika kita ingin maju maka tidak harus menunggu perintah atasan. Kalau kita berpikir hanya banyaknya uang yang dikeluarkan untuk kuliah. Maka ilmu yang kita peroleh tidak akan tidak memiliki kualitas yang bagus. Tanamkan dalam diri ada motivasi yang kuat dan memiliki keinginan untuk mengubah menjadi lebih baik.

Bagaimana pendampingan ke guru agar tetap eksis di masa pandemi? Inilah tiga trik agar tetap eksis selama pandemi :

1. Covid 19 adalah tantangan dan bukan bencana.
Jika semua guru menyadari peningkatan kualitas pendidikan maka guru akan lebih profesional. Inilah kuncinya..maka akan muncul ide kreatif walaupun pandemi. Adanya Covid 19 adalah pembuktian sejauh mana kita bisa hadapi "challenge" ini.

2. Perbaiki komunikasi.
Kita juga perlu memperbaiki pola komunikasi orang tua. Mereka perlu diajak diskusi. Buatlah diskusi dan komunikasi yang brilian untuk pembelajaran. Kita mampu secara dialektif sehingga orang tua tetap merasa butuh dengan pendidikan yang kita berikan.
Membuat komunikasi yang cantik dan kita menguasai esensi pembelajaran yang menyenangkan sehingga orang tua dan siswa juga tidak merasa bosan. Saat pembelajaran online maka guru berpenampilan menarik sehingga siswa akan lebih semangat dalam belajar.
Saat diskusi dengan wali murid, sampaikanlah sesuatu yang substansial sehingga mendapat tambahan pengetahuan yang sifatnya selalu update.
Kita ingat pepatah Jawa yang mengatakan bahwa "Ajining dhiri ana ing lathi" mempunyai makna bahwa ucapan memegang peranan penting bagi seseorang karena diyakini harga diri seseorang ditentukan oleh ucapan, seseorang harus berhati-hati menjaga ucapannya. Kita harus benar-benar mempertimbangkan secara cermat akibat yang dapat ditimbulkan oleh ucapan itu. Ucapan seseorang haruslah disadari sebagai cerminan pikiran dan pribadi seseorang. Ucapan yang dapat menimbulkan citra harga diri adalah harus berdasarkan kebenaran.
Sedangkan "Ajining raga ana ing busana", mempunyai makna bahwa pakaian juga memegang peranan penting bagi seseorang, orang dengan busana atau pakaian rapi tentunya menaikkan martabatnya. Dengan kata lain, busana atau pakaian secara fisik mencerminkan siapa diri kita sebenarnya.

3. Manusia adalah fluktuatif.
Maka kira harus memiliki kesadaran diri kadang kemampuan kita di atas kadang di bawah. Seiring dengan pertambahan usia maka daya pikir akan menurun. Maka perlu ada kesadaran diri sehingga kita perlu mengikuti pelatihan untuk mencari ilmu.
Akankah kita menjauhi atau kita mau berdamai dengan Covid 19? Kunci menghadapi Covid 19 adalah pada diri kita sendiri. Kita manfaatkan webinar maupun workshop yang ada untuk menambah pengetahuan dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya.



Tantangan hari ke-19 Lomba Menulis di blog menjadi buku

Profil Penulis
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.

Kamis, 18 Februari 2021

Menanam Pohon Kebaikan

Menanam Pohon Kebaikan


Persaudaraan yang erat akan mendatangkan kebahagiaan. Ibarat satu tubuh ada yang sakit maka bagian tubuh lainnya akan merasakan sakitnya pula. Ikatan yang menyatukan tidak hanya ikatan darah, namun ikatan iman akan membuat persaudaraan makin abadi dan kekal.
"Mas, sepertinya tetangga sebelah kita sudah mau melahirkan. Kasihan suaminya masih di luar kota. Saya tadi habis ngobrol sama Bu Rina, tadi pagi sudah bukaan 2, saya ijin menemani Bu Rina ya"cerita Marni.
"Terus gimana, kamu mau menemani mengantar ke Puskesmas? Ya sudah, kamu masaknya lebih awal saja, biar nanti kalau sewaktu-waktu ditinggal sudah ada makanan di meja, "sahut suaminya.
"Iya, tadi aku sudah belanja sayur. Kasihan suami Bu Rina masih ada pekerjaan, belum bisa langsung ditinggal, mudah-mudahan pas mau melahirkan sudah sampai di rumah, " sambung Marni.
Bu Rina adalah tetangga baru Marni. Dia tinggal di samping kanan rumah Marni. Pemiliknya kembali ke Surabaya, sehingga rumahnya dikontrakkan. Bu Rina akhirnya yang menempati rumah itu. Bu Rina sudah sepuluh tahun menikah, namun belum juga dikaruniai seorang putra.
Jam tiga sore, Bu Rina ke rumah Marni. Dia sudah menyiapkan perlengkapan dan tas besarnya. Setelah mengunci gerbang dan menyalakan lampu luar, Bu Rina ke rumah Marni.
"Bu Marni, maaf sepertinya saya sudah bertambah sering mulasnya, kita sekarang saja ke Puskesmas ya," kata Bu Rina dengan wajah meringis menahan mulas di perutnya. Perutnya yang sudah membesar membuatnya berjalan dengan pelan.
"Iya, Bu. Saya panggilkan becak di perempatan jalan ya,"Marni sambil sedikit berjalan cepat menyambar kunci motor.
"Emak, Qia ikut naik motor," Qia berlari meninggalkan teman-temannya.
"Qia di rumah saja, Emak hanya memanggilkan becak untuk mengantar Bu Rina ke Puskesmas,". Marni segera menyalakan mesin dan segera mencari becak.
Qia pun hanya melambaikan tangan, tanda dia mau ditinggal. Alhamdulillah, ada satu becak motor yang sedang parkir. Pak tukang becak pun segera mengubah posisinya mengikuti motor Marni. Untunglah ada becak motor, sehingga bisa lebih cepat menuju Puskesmas. Marni pun berpesan kepada Lifa supaya menjaga adik dan menyampaikan pesan ke ayahnya.
Bu Rina tampak memucat, berulang kali perutnya diusap. Marni yang melihatnya juga menjadi terlihat gugup serasa mengalami seperti Bu Rina. Puskesmas sudah dekat, Marni menyiapkan uang untuk membayarnya. Pak tukang becak membantu membawa bawaan menuju Puskesmas. Marni langsung memapah Bu Rina menuju ruang periksa. Hanya terlihat dua orang petugas yang berjaga di loket depan.
"Maaf Bu, tolong dibawa saja ke ruang bersalin, mari mengikuti saya, " kata petugas yang berjilbab biru.
Bu Rina diantar Marni menuju ruang bersalin. Rupanya di dalam sudah ada satu orang yang sedang melahirkan. Terdengar rintihannya menyebut istighfar. Syukurlah mungkin orang tersebut terbiasa berzikir sehingga kata-kata yang baik yang keluar dari alam pikirannya. Bu Rina berada di ruang sebelah yang hanya dibatasi tirai tinggi.
"Bu Marni, tolong telponkan suami saya, kira-kira sudah sampai mana?" pinta Bu Rina.
"Baik bu, semoga suami ibu sudah dalam perjalanan." jawab Marni.
Dari obrolan di telepon ternyata suami Bu Rina sudah sampai perbatasan kota, masih ada waktu dua jam untuk menuju Puskesmas. Marni memberi minum madu dan telur supaya Bu Rina kuat dalam persalinan nanti. Marni selalu menguatkan dan membimbing supaya banyak berdoa.
Mulas perut Bu Rina semakin sering dan disuruh banyak berjalan supaya memudahkan persalinan. Selang 15 menit Bu Rina merasa tidak kuat lagi, akhirnya disuruh masuk ke ruang bersalin kembali. Ada satu perawat yang bersiap dengan segala peralatan dan perlengkapannya.
Suami Bu Rina tergopoh-gopoh berlari ke ruang bersalin. Badannya tidak terlalu tingi dengan rambut cepak dan berkaca mata. Azan isya berkumandang seiring pecahnya tangisan sang jabang bayi. Suami Bu Rina langsung masuk ke dalam.
" Alhamdulillah, ya Allah aku bisa melihat anakku lahir ke dunia," seru suami Bu Rina.
Tangis suami istri pun terdengar. Tangisan bahagia, penantian selama sepuluh tahun terbayar sudah. Bayi laki-laki yang mirip dengan ibunya berukuran 3 kg dengan panjang 50 cm. Kemudian dikumandangkan azan di telinga kanan dan iqomah di telinga kirinya. Dengan harapan akan menjadi anak sholih dan kalimah toyibah yang pertama dikenalnya saat di alam dunia.
Bu Rina mengucapkan terima kasih kepada Marni yang telah setia menemaninya. Karena suami Bu Rina sudah datang, Marni pun berpamitan pulang terlebih dahulu. Marni mendoakan semoga ibu dan bayi sehat dan besok diperbolehkan pulang.
"Bu Rina, maaf saya pamitan dulu. Suami ibu sudah menemani," pamit Marni.
"Saya mengucapkan terima kasih banyak Bu Marni sudi menemani saya, walaupun baru seminggu kita bertetangga tapi Bu Marni baik sekali," kata Bu Rina.
"Sama-sama Bu, kita kan bertetangga. Saudara ibu rumahnya jauh. Sebisa mungkin kita saling membantu jika ada yang butuh pertolongan, "lanjut Marni.
"Semoga kebaikan keluarga ibu dibalas Allah dengan balasan yang berlipat,".
" Ya sudah bu, saya pamit, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, ya Bu Marni, hati-hati di jalan."
Begitulah kehidupan dalam bertetangga. Saudara ada yang sakit, kita ikut merasakan penderitaannya. Barang siapa yang merasa membutuhkan, marilah kita segera membantunya. Semua kebaikan yang ditanam akan dituai hasilnya. Kita menanam kebaikan maka panen kebaikan yang akan kita terima.


https://terbitkanbukugratis.id/safitri-yuhdiyanti/02/2021/menanam-pohon-kebaikan/

Tantangan hari ke-18 Lomba Menulis di blog menjadi buku

Profil Penulis
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.

Rabu, 17 Februari 2021

Rumahku Surgaku

 Rumahku Surgaku


 
Sumber:id.lovepik.com

Bulan mulia idaman para insan

Hilal tampak satu Ramadhan

Puasa tahun ini nampak mencekam

Riuh anak di surau sekarang terdiam

 

Solat tarawih bersama keluarga

Lantunan ayat suci menggema

Memenuhi ruangan sudut rumah tua

Al Qur'an dibaca makin bermakna

 

Rumahku surgaku

Aku hiasi dengan zikir dan sholat

Munajat malam tidak terlewat

Walau siang terasa penat

 

Tasbih kecil tersentuh jemari

Berzikir kepada Ilahi penguasa hakiki

Kabut menyelimuti malam syahdu

Bersimpuh hamba yang sedang mengadu

 

#Tantangan menulis hari ke 17 menulis di  

blog menjadi buku

https://terbitkanbukugratis.id/safitri-yuhdiyanti/02/2021/rumahku-surgaku/

Selasa, 16 Februari 2021

Mentari Kecilku

 Mentari Kecilku

 

Bayi mungil hadir ke dunia

Sembilan bulan bersama ibunda

Ke mana pun selalu dibawa

Doa sehat selamat tak pernah alpa

 

Kini kau sudah merangkak

Gapai harapan tanpa kenal lelah

Saat minta tangan tengadah

Mencari mainan pantang menyerah

 

Mentariku kini kau telah dewasa

Ibumu lemah tiada berdaya

Zikir doa sebut asmaNya

Jangkrik mengerik jadi teman setia

 

Songsonglah duniamu

Raihlah impian masa kecilmu

Jaga sholat dan imanmu

Agar damai ridho menyertaimu

#Tantangan menulis di blog hari ke 16

 

 

Senin, 15 Februari 2021

Sakit sebagai Penghapus Dosa 2

 Sakit sebagai Penghapus Dosa 2


Musim hujan masih tergolong lama di kota Marni. Apalagi tempat tinggal Marni termasuk dataran tinggi. Bapak sedang mengalami ujian sakit. Adanya covid 19 membuat semua orang harus selalu menjaga kesehatan. Setiap rumah mencoba berikhtiar dengan menyediakan tempat cuci tangan dilengkapi sabun. Bapak termasuk orang yang dituakan. Saat ada tetangga yang akan menikahkan anaknya, Bapak pasti diundang guna menerima besan mewakili tuan rumah.

"Assalamu'alaikum..gimana kondisinya, Pak?" tanya Marni melalui video call.
"Wa'alaikumsalam, Bapak masih nggreges, batuknya juga masih kering," Bapak menjawab dengan suara yang lemah. Kulihat wajah Bapak terlihat beda. Mukanya menciut dengan suara yang agak jauh. Biasanya suara Bapak terdengar lantang. Nafasnya juga terlihat pendek-pendek.
"Sudah berobat ?" lanjut Marni penasaran.
"Kemarin sudah beli obat di apotik," jawabnya.
"Sudah berapa lama, Pak? Marni sudah seminggu tidak nelpon, " jawab Marni.
"Bapak sudah sakit 10 harian, katanya makan juga malas, rasanya tidak enak di lidah, " sambung Ibu yang sedang menyetrika baju.
"Marni besok pulang ya Bu, besok Marni mengantar Bapak periksa ke rumah sakit saja, " tukas Marni.

Marni segera memberitahu suaminya untuk segera berencana menengok Bapak. Di musim pandemi ini, Marni khawatir Bapak terpapar Covid 19. Gejala sakit Bapak mirip indikasi awal Covid 19. Marni berpikir untuk mengajak swab Bapak ke rumah sakit terdekat. Marni pun bersiap membawa perlengkapan yang akan dibawa dan berpamitan kepada anak-anak.
"Lifa, Emak mau ke rumah Mbah Kakung kamu jaga rumah dan adik-adikmu ya," pesan Emak sambil menata tasnya.
"Qia ikut Mak," Qia berlari dan meninggalkan mainannya menuju Emak.
"Emak tidak menginap. Qia di rumah saja, ini sedang musim hujan. Kalau pas pulang nanti turun hujan,gimana?Qia jaga kesehatan ya," ujar Emak sambil membelai rambut Qia yang panjang terurai sebahu.

Qia langsung memeluk Emak, serasa tidak mau ditinggal. Lalu Emak membisiki sesuatu sehingga akhirnya wajah Qia nampak berbinar dan mau melepas pelukannya.
Marni dan suami segera bergegas naik motor dan melaju ke rumah Bapak. Jalan masih sepi, belum banyak lalu lalang kendaraan. Maklum masih jam 6 pagi. Ramai saat melintasi pasar tradisional yang ada di pinggiran jalan.

Jam 08.30 Marni sampai di rumah Bapak. Marni langsung melepas helm, masker dan jaketnya. Suami Marni menurunkan bawaan dan langsung menuju pintu samping. Rumah nampak sepi.
"Assalamu'alaikum, Bapak. Marni datang,"sapa Marni. Marni mencium tangan Bapak. Bapak masih tiduran di kamar. Sedangkan ibu ternyata ada di dapur.
"Wa'alaikumsalam, eh Marni, cepat sekali kamu sampai sini, "jawab Bapak dengan lirih.
"Nggih, Pak. Marni tadi berangkat gasik biar tidak kesiangan nanti antri di rumah sakit. Tapi nanti Marni juga tidak menginap. Sekarang Bapak siap-siap ya," Marni menjawab sambil merapikan baju Bapak.

Suami Marni segera menggandeng tangan Bapak dan diboncengkan di motor Hondanya. Marni mengulurkan jaket ke Bapak. Bapak terlihat lemas karena asupan makannya hanya sedikit. Pagi minum madu dan susu. Makan nasi pun terasa kelu. Marni sengaja membuatkan bubur tepung irut, bubur khas orang yang mengalami gangguan pencernaan. Kata Bapak, terasa dingin di perut.

Sebelum zuhur Bapak sudah pulang. Rupanya pasien mungkin agak banyak sehingga baru pulang. Bapak langsung bersiap sholat. Suami Marni masuk ke rumah sambil membawa obat.
"Bapak, sabar ya, mudah-mudahan jadi penggugur dosa dan tambah dekat dengan Allah. Maaf Marni terpaksa harus pamit, anak-anak di rumah."
"Iya, Marni. Kamu yang tenang saja mengurus anak-anakmu," jawab Bapak sambil menyandarkan punggungnya di bantal yang agak tinggi.
"Ini, Marni buatkan bubur, mumpung masih hangat, dihabiskan ya, Pak." Marni beringsut ke belakang setelah menunggu Bapak makan bubur. Bapak nampak menikmati sekali dan menghabiskan bubur buatannya. Bubur dimasak dengan gula jawa kemudian disiram santan kental di atasnya.

Ibu menyiapkan jajanan untuk diberikan pada cucu-cucunya.
"Marni, jangan lupa ini ada kue dan rambutan untuk Qia, Ijad dan Lifa. Qia suka sekali kue ini, Ibu teringat terus, jadi kangen."
"Wahh, pasti Qia nanti senang sekali,".
"Kalau sudah sampai nanti Qia suruh telepon Mbah ya," pinta Ibu.

Rambutan dan sebungkus kue pun Marni bawa sebagai oleh-oleh dari Mbah untuk cucu-cucu tersayangnya. Motor pun dihidupkan dan Marni segera berpamitan. Marni hanya berdoa mudah-mudahan Bapak Ibu selalu diberi kesehatan dan kekuatan menjalani hidup berdua jauh dari anak dan kerabat.

#Tantangan menulis di blog menjadi buku hari ke 15

https://terbitkanbukugratis.id/safitri-yuhdiyanti/02/2021/sakit-sebagai-penghapus-dosa-2/

Minggu, 14 Februari 2021

Sepenggal Kisah Marbot Masjid



 Sepenggal Kisah Marbot Masjid

Sumber: darun nun.com

Sudah tidak asing kan mendengar kata "marbot". Marbot tak lain adalah orang yang diberi tugas untuk membersihkan masjid, mulai dari mengepel, menyapu lantai dan halaman bahkan sampai bertanggung jawab dalam hal ibadah sholat. Apalagi saat sholat Jumat maupun hari raya, tentu marbotlah yang mempersiapkan semua perlengkapannya. Ada mimbar, kursi, menata karpet bahkan meja dan minuman untuk para jamaah. Saat sholat tiba, dan ternyata yang diberi jadwal menjadi muazin belum hadir maka marbot akan mengambil alih tugas itu. Semuanya dikerjakan dengan ikhlas tanpa ada bayaran sepeser pun. Mungkin beda dengan masjid besar yang biasa memiliki dana infak besar tentu memikirkan nasib keseharian marbotnya.

Suami Marni bernama Anif. Dia memiliki perawakan tinggi besar dan berkulit coklat. Anif diibaratkan seperti marbot di masjid perumahan. Dia pernah menceritakan kepada Marni saat masih muda dia tinggal bersama kakaknya di Jakarta. Dia selalu berangkat sekolah lebih awal dibanding dengan teman-temannya. Dia mengayuh sepeda balap pemberian kakaknya. Jarak sampai ke rumah memakan waktu selama 20 menit. Sebelum masuk sekolah dia membersihkan dan mengepel lantai musholla. Hatinya terpanggil untuk menjadi marbot di musolla tersebut.

"Wa Hamdan, hari ini kan hari Jumat, besok jam enam kita bersih-bersih ya,"ajak Anif.
"Oke, Pak Anif. Nanti saya bawa kain pel dari rumah, yang punya masjid kemarin patah batang kain pelnya," kata Wa Hamdan.
"Bilang saja ke Pak Aris supaya membelikan kain pel," usul Anif.

Jam enam pagi, udara terasa segar. Matahari masih malu menampakkan dirinya. Kalau matahari sudah meninggi akan tampak gunung yang menjulang dihiasi awan di pinggirnya. Rumah Marni terletak di perumahan paling pojok sehingga tampaklah pemandangan indah tersebut. Masya Allah, indah sekali.

Anif ditemani Wa Hamdan membersihkan masjid sampai jam 07.30. Anif pun segera pulang karena sebentar lagi waktu berangkat kerja. Sesampainya di rumah, dia langsung mengambil handuk untuk mandi pagi. Dengan berpakaian atasan batik berwarna coklat bergaris dan celana hitam, Anif bergegas. Tanda pengenal nama tak lupa terpasang rapi di dada. Kemudian Anif sarapan pagi dengan nasi goreng buatan Marni. Nasi goreng dengan telor dan irisan sosis kesukaan Qia. Di meja tersedia sepiring tempe goreng yang masih tercium khas tempe dan ketimun. Kopi panas yang masih mengebul asapnya diseruput pelan untuk menghangatkan badan.
"Ayah, pelan-pelan makannya nanti tersedak," kata Marni mengingatkan.
"Ini sudah hampir jam delapan, Mak. Aku segera berangkat ke sekolah," jawab Anif.

Marni tidak lupa mencium tangan suaminya. Setelah itu, Anif pun bersiap mengeluarkan motor dan memanasinya. Sambil menunggu mesinnya panas, tak lupa Anif menunaikan sholat Duha yang rutin selalu dilakukan. Rupanya hari ini Marni mendapat jadwal WFH sehingga masih di rumah. Video pembelajaran untuk anak didiknya sudah dikirim melalui grup dan dishare semalam. Pembelajaran daring sekarang ini membuat Marni harus mempelajari banyak hal. Membuat video dan mengenal berbagai aplikasi untuk menunjang pembelajaran.

Suami Marni adalah seorang guru agama di sebuah sekolah dasar. Padahal sebelumnya dia tidak kuliah, hanya belajar di pondok. Di pondok, dia memperdalam membaca kitab, bahasa Arab dan tahsin Al Qur'an. Dia bercerita selepas SMA sempat ingin kuliah dan sudah mendaftar. Namun karena terbatas biaya sehingga niat untuk kuliah, akhirnya kandas. Keinginan kuat untuk memperdalam agama begitu kuat sehingga mendaftar di sebuah lembaga tahsin. Dia belajar saat sore sampai malam. Waktu pagi digunakan untuk bekerja sebagai penjual minyak wangi.
"Anif, aku pesan minyak wangi 2 ya. Nanti dibawa pas kuliah sore," pesan Edi, teman kuliah Anif.
"Ya, nanti aku bawakan. Bau parfumnya masih sama kan dengan kemarin?" tanya Anif.
"Itu saja, aku suka wanginya, segar," jawab Edi.

Ayahnya sudah meninggal saat usianya baru 3 tahun. Sebelum meninggal, ayahnya sempat dirawat di rumah sakit, ternyata sakitnya belum membaik. Sakit batuk yang kronis akhirnya tidak bisa memperpanjang usianya. Jumlah saudara kandung Anif ada 6 orang. Untuk meringankan beban keluarga, akhirnya Anif dibawa oleh kakaknya yang sudah bekerja di luar kota. Anif dibiayai sekolahnya hingga SMA.
Namun karena sudah tidak sekolah lagi, Anif ingin mandiri. Akhirnya Anif mengontrak sebuah kamar dekat dengan pondok. Anif saat di rumah kakaknya juga terbiasa bangun pagi. Sebelum berangkat sekolah Anif selalu mengepel lantai. Itu sebagai ucapan terima kasih telah memberikan tumpangan kamar untuknya. Kakaknya tidak memiliki pembantu sehingga semua pekerjaan rumah dipegang istri kakaknya.
"Mas, besok aku ijin ya mau menginap di sekolah ada acara bersama rohis," ijin Anif sambil memijit pundak kakaknya.
"Ya, yang penting untuk kegiatan positif, kakak ijinkan," jawab kakak Anif.
"Besok acara Isro Mikroj sekalian pelantikan pengurus rohis, aku jadi bendaharanya," cerita Anif.
"O,begitu. Ingat belajar tetap diutamakan, walaupun kamu sibuk dengan kegiatan di rohis," lanjut kakak Anif.
"Siap,Mas.Anif janji nilainya tidak turun lagi," janji Anif.

Kurang lebih selama sepuluh tahun Anif hidup bersama sang kakak. Kakaknya sangat menyayangi Anif. Setiap lebaran pasti Anif diajak jalan-jalan dan dibelikan baju baru. Selain itu uang seamplop pasti akan diberikannya juga. Anif orang yang hemat. Uang yang diterima tidak digunakan untuk membeli barang-barang. Walaupun semua fasilitas tercukupi, Anif tidak sombong terhadap teman-temannya.

Keinginan untuk mondok kembali menguat di hatinya. Akhirnya Anif memutuskan untuk belajar di pondok tahsin yang ada pantai utara Jawa. Pagi setelah subuh digunakan untuk setoran hafalan Al Qur'an dan waktu siang dimanfaatkan untuk menghafal. Setelah bada Isya adalah jadwal membaca kitab kuning. Kehidupan di pondok lebih sederhana, mengajarkan banyak hal. Kegiatan belanja di pasar, jadwal memasak, sampai mengantarkan Pak Kyai mengisi pengajian. Belum lagi mengontrol saluran air dan listrik yang terkadang sering tiba-tiba tidak berfungsi. Anif akhirnya turun tangan untuk segera memperbaiki saluran yang rusak. Berkat kerja yang bagus dan belajar yang tekun, saat Anif berpamitan pulang, Pak Kyai menahannya.

"Assalamu'alaikum Pak Kyai, maaf saya sepertinya dicukupkan dulu untuk belajar di sini. Sebetulnya masih belum banyak ilmu yang saya peroleh. Tapi ibu saya meminta saya supaya segera pulang," ijin Anif.
"Wa'alaikumsalam, Anif. Kamu sudah betul-betul ingin kembali lagi ke desamu? Saya sangat kehilangan kamu, saya berharap kamu di sini saja meneruskan mengajar di pondok ini," pinta Pak Kyai.
"Maaf sekali Pak Kyai, saya tidak bisa memenuhinya. Saya insyaAllah di desa akan menularkan ilmu selama di pondok dan bisa lebih mewarnai desa saya dengan nilai-nilai agama," jawab Anif dengan terbata-bata.

Anif sekarang menjadi seorang yang sering diundang sebagai pengisi pengajian. Sekolah tempat Anif mengajar menjadi rujukan bagi sekolah lainnya. Tak sia-sia walaupun dulu Anif tidak bisa kuliah di perguruan tinggi, tapi ilmu agama yang diperoleh selama di pondok dapat dijadikan bekal untuk mengajar dan meningkatkan kualitas ruhiyahnya. Sekarang Anif sudah menyelesaikan gelar Sarjananya sambil bekerja.

#Tantangan menulis hari ke-14 menulis di blog menjadi buku

https://terbitkanbukugratis.id/safitri-yuhdiyanti/02/2021/sepenggal-kisah-marbot-masjid/

Penyaluran Sedekah Air Bersih

  Penyaluran Sedekah Air Bersih Selasa, 19 September 2023 PD Salimah Purbalingga bersama Laziz Jateng bekerja sama menyelenggarakan kegiatan...