Jumat, 26 Februari 2021

Smartphone : Guru Ke duaku

 Smartphone : Guru Ke duaku


Seringkali kita mendapati pemandangan sederetan anak yang sedang memegang smartphone. Mereka duduk berjejer maupun berdiri tanpa lelah. Ada yang tersenyum sendiri, maupun asyik bercanda ria video call dengan lawan bicaranya. Ada lagi yang bermuka serius dengan kedua jemari yang lincah memainkan tuts. Mereka seolah tersekat karena tidak ada obrolan. Secara nyata mereka berdekatan dan beradu fisik, namun pikiran jauh menerawang. Mereka terobsesi oleh sebuah alat canggih sebesar genggaman tangan. Dunia sudah di depan mata.

Tua, muda, bahkan anak-anak kecil sudah tidak asing dengan benda dengan ukuran layarnya kurang lebih 6 inchi . Semuanya tersedia, tergantung memori di dalamnya. Si empunya bisa bermain game dan mencari informasi. Lewat smartphone juga digunakan untuk berdiplomasi dan berniaga meraup keuntungan. Banyak fitur yang diberikan. Tinggal mengetik pesan maupun bersuara tiba-tiba si mesin pintar ini sudah memberikan lengkap jawabannya. Banyak versi dan variasi yang diberikan.

Masa pandemi ini, smartphone menjadi kebutuhan utama dalam pembelajaran jarak jauh. Bagi seorang guru, smartphone menjadi salah satu alat media pembelajaran. Semua materi dan tugas bisa tersampaikan. Smartphone ini bisa dikatakan efektif jika anak-anak bisa menyerap pembelajaran dan memahami materi pelajaran. Tugas pun tidak perlu kertas dan pensil bisa langsung otomatis dikumpulkan. Bahkan nilai pun bisa langsung dilihatnya. Guru kiranya tidak cukup hanya menerima tugas semata, namun ada sisi pendidikan karakter yang harus terus ditanamkan.

Kelebihan lainnya dari pembelajaran jarak jauh ini adalah sebagai media untuk mewadahi kebutuhan peningkatan kualitas tanpa mengganggu aktivitas guru. Kualitas proses dan hasil pembelajaran tetap harus terjaga. Biaya dan waktu juga lebih efisien.

Model pembelajaran jarak jauh ada dua yaitu sinkronus dan asinkronus. Guru bisa melalui pembelajaran sinkronus daring sehingga bisa langsung bertatap muka dengan anak didik. Guru mampu mengetahui karakter anak saat belajar.

1. Sinkronus artinya pembelajaran dilakukan pada waktu yang bersamaan antara guru dan anak didik. Keduanya dapat berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung. Sinkronus secara luring yaitu adanya interaksi langsung dan bertemu tatap muka di kelas secara fisik. Contohnya saat kita belajar sebelum era pandemi. Komunikasi secara langsung ini dapat meminimalisir perbedaan tentang topik pembahasan.

Sinkronus yang kedua dilakukan secara daring yang membutuhkan jaringan internet yang stabil. Kekurangan lainnya adalah tergolong mahal dan butuh keterampilan teknologi. Sedangkan salah satu kelebihan sinkronus adalah menghemat alat pembelajaran. Misalnya saat kegiatan eksperimen. Anak-anak cukup melihat video maupun mengikuti petunjuk yang diberikan sehingga akan diperoleh hasil akhirnya. Aplikasi yang digunakan bisa komunikasi melalui chatting whatsapp, telegram, facebook. Selain itu, untuk panggilan secara langsung bisa menggunakan zoom, google meet, video call. Guru bisa langsung memaparkan video maupun teks materi dan anak-anak langsung bisa menuliskan pesannya.

2. Asinkronus. Pembelajaran ini memanfaatkan internet dan perangkat lainnya. Waktu interaksi dilakukan antara guru dan anak didik berbeda. Dengan waktu yang lebih fleksibel, membuat anak didik dapat berpikir lebih dalam sebelum berdiskusi. Daring asinkronus terdapat interaksi secara tidak langsung. Daring asinkronus misalnya melalui Youtube, LMS, Ruang Guru, E-mail atau surel, Google Form, Padlet, Quizizz, dan blog. Sedangkan luring asinkronus, guru bisa mengirimkan datanya melalui Flashdisk, CD, dan lainnya.

Dari sisi orang tua, maka pemanfaatan smartphone bisa digunakan sebagai alat bantu dalam pendampingan belajar. Saat orang tua tidak mampu memberikan jawaban, maka tinggal berselancar ke Google maka akan disodorkan jawabannya. Tinggal bagaimana pengawasan orang tua kepada anak-anaknya agar pemanfaatan smartphone ini tidak semena-mena. Upayakan ada pembatasan dan pendampingan. Jangan dibiarkan anak asyik sendiri bermain smartphone dengan dalih sedang belajar.

Ada fakta yang menunjukkan dengan bermain smartphone terlalu lama menyebabkan saraf mata menjadi rusak dan mempengaruhi kerja otaknya. Anak akan mudah marah dan berpikir praktis. Ingin semuanya serba cepat. Otaknya sudah terbiasa dengan gambar yang bergerak cepat, dan memerintahkan tangan untuk bergerak sesuai perintah otak.

Guru, orang tua dan siswa perlu adanya komunikasi yang efektif. Hasilnya adalah pembelajaran akan berjalan sesuai tujuan. Sekali lagi, jadikan alat pintar ini sebagai sarana saja. Kehadiran guru tidak akan tergantikan teknologi. Saat anak menangis dan meminta bantuan, guru secara langsung akan menolongnya dan memberikan rasa nyaman.

#Tantangan menulis hari ke 26 Lomba menulis di blog menjadi buku.

Profil Penulis
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penyaluran Sedekah Air Bersih

  Penyaluran Sedekah Air Bersih Selasa, 19 September 2023 PD Salimah Purbalingga bersama Laziz Jateng bekerja sama menyelenggarakan kegiatan...