Senin, 15 Februari 2021

Sakit sebagai Penghapus Dosa 2

 Sakit sebagai Penghapus Dosa 2


Musim hujan masih tergolong lama di kota Marni. Apalagi tempat tinggal Marni termasuk dataran tinggi. Bapak sedang mengalami ujian sakit. Adanya covid 19 membuat semua orang harus selalu menjaga kesehatan. Setiap rumah mencoba berikhtiar dengan menyediakan tempat cuci tangan dilengkapi sabun. Bapak termasuk orang yang dituakan. Saat ada tetangga yang akan menikahkan anaknya, Bapak pasti diundang guna menerima besan mewakili tuan rumah.

"Assalamu'alaikum..gimana kondisinya, Pak?" tanya Marni melalui video call.
"Wa'alaikumsalam, Bapak masih nggreges, batuknya juga masih kering," Bapak menjawab dengan suara yang lemah. Kulihat wajah Bapak terlihat beda. Mukanya menciut dengan suara yang agak jauh. Biasanya suara Bapak terdengar lantang. Nafasnya juga terlihat pendek-pendek.
"Sudah berobat ?" lanjut Marni penasaran.
"Kemarin sudah beli obat di apotik," jawabnya.
"Sudah berapa lama, Pak? Marni sudah seminggu tidak nelpon, " jawab Marni.
"Bapak sudah sakit 10 harian, katanya makan juga malas, rasanya tidak enak di lidah, " sambung Ibu yang sedang menyetrika baju.
"Marni besok pulang ya Bu, besok Marni mengantar Bapak periksa ke rumah sakit saja, " tukas Marni.

Marni segera memberitahu suaminya untuk segera berencana menengok Bapak. Di musim pandemi ini, Marni khawatir Bapak terpapar Covid 19. Gejala sakit Bapak mirip indikasi awal Covid 19. Marni berpikir untuk mengajak swab Bapak ke rumah sakit terdekat. Marni pun bersiap membawa perlengkapan yang akan dibawa dan berpamitan kepada anak-anak.
"Lifa, Emak mau ke rumah Mbah Kakung kamu jaga rumah dan adik-adikmu ya," pesan Emak sambil menata tasnya.
"Qia ikut Mak," Qia berlari dan meninggalkan mainannya menuju Emak.
"Emak tidak menginap. Qia di rumah saja, ini sedang musim hujan. Kalau pas pulang nanti turun hujan,gimana?Qia jaga kesehatan ya," ujar Emak sambil membelai rambut Qia yang panjang terurai sebahu.

Qia langsung memeluk Emak, serasa tidak mau ditinggal. Lalu Emak membisiki sesuatu sehingga akhirnya wajah Qia nampak berbinar dan mau melepas pelukannya.
Marni dan suami segera bergegas naik motor dan melaju ke rumah Bapak. Jalan masih sepi, belum banyak lalu lalang kendaraan. Maklum masih jam 6 pagi. Ramai saat melintasi pasar tradisional yang ada di pinggiran jalan.

Jam 08.30 Marni sampai di rumah Bapak. Marni langsung melepas helm, masker dan jaketnya. Suami Marni menurunkan bawaan dan langsung menuju pintu samping. Rumah nampak sepi.
"Assalamu'alaikum, Bapak. Marni datang,"sapa Marni. Marni mencium tangan Bapak. Bapak masih tiduran di kamar. Sedangkan ibu ternyata ada di dapur.
"Wa'alaikumsalam, eh Marni, cepat sekali kamu sampai sini, "jawab Bapak dengan lirih.
"Nggih, Pak. Marni tadi berangkat gasik biar tidak kesiangan nanti antri di rumah sakit. Tapi nanti Marni juga tidak menginap. Sekarang Bapak siap-siap ya," Marni menjawab sambil merapikan baju Bapak.

Suami Marni segera menggandeng tangan Bapak dan diboncengkan di motor Hondanya. Marni mengulurkan jaket ke Bapak. Bapak terlihat lemas karena asupan makannya hanya sedikit. Pagi minum madu dan susu. Makan nasi pun terasa kelu. Marni sengaja membuatkan bubur tepung irut, bubur khas orang yang mengalami gangguan pencernaan. Kata Bapak, terasa dingin di perut.

Sebelum zuhur Bapak sudah pulang. Rupanya pasien mungkin agak banyak sehingga baru pulang. Bapak langsung bersiap sholat. Suami Marni masuk ke rumah sambil membawa obat.
"Bapak, sabar ya, mudah-mudahan jadi penggugur dosa dan tambah dekat dengan Allah. Maaf Marni terpaksa harus pamit, anak-anak di rumah."
"Iya, Marni. Kamu yang tenang saja mengurus anak-anakmu," jawab Bapak sambil menyandarkan punggungnya di bantal yang agak tinggi.
"Ini, Marni buatkan bubur, mumpung masih hangat, dihabiskan ya, Pak." Marni beringsut ke belakang setelah menunggu Bapak makan bubur. Bapak nampak menikmati sekali dan menghabiskan bubur buatannya. Bubur dimasak dengan gula jawa kemudian disiram santan kental di atasnya.

Ibu menyiapkan jajanan untuk diberikan pada cucu-cucunya.
"Marni, jangan lupa ini ada kue dan rambutan untuk Qia, Ijad dan Lifa. Qia suka sekali kue ini, Ibu teringat terus, jadi kangen."
"Wahh, pasti Qia nanti senang sekali,".
"Kalau sudah sampai nanti Qia suruh telepon Mbah ya," pinta Ibu.

Rambutan dan sebungkus kue pun Marni bawa sebagai oleh-oleh dari Mbah untuk cucu-cucu tersayangnya. Motor pun dihidupkan dan Marni segera berpamitan. Marni hanya berdoa mudah-mudahan Bapak Ibu selalu diberi kesehatan dan kekuatan menjalani hidup berdua jauh dari anak dan kerabat.

#Tantangan menulis di blog menjadi buku hari ke 15

https://terbitkanbukugratis.id/safitri-yuhdiyanti/02/2021/sakit-sebagai-penghapus-dosa-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penyaluran Sedekah Air Bersih

  Penyaluran Sedekah Air Bersih Selasa, 19 September 2023 PD Salimah Purbalingga bersama Laziz Jateng bekerja sama menyelenggarakan kegiatan...