Masjid di Rumah Marni
Virus Corona masih bertebaran di
mana-mana. Corona tidak memandang tua
dan muda, bahkan balita sekalipun akan ditumpangi menjadi korbannya. Para
tenaga medis sudah kewalahan melayani pasien dengan sisa tenaga yang ada. Alat Pelindung Diri (APD) yang terbatas, rasa
lelah, kantuk yang menyerang dan mengurangi waktu istirahat mereka. Kondisi seperti ini yang pada akhirnya akan
menurunkan imunitas mereka.
Mereka rela tidak menjumpai keluarganya
untuk menjalankan tugas negara.
Muncullah semboyan, “ Kami bekerja, kalian tetap di rumah untuk memutus
rantai penyebaran virus ini.”
Dampak dari wabah ini,salah satunya adalah
adanya larangan sholat jamaah di masjid.
Yang lebih menyayat hati, Mekkah Al Mukaromah, sebagai tempat ibadah umroh dan haji pun ditutup untuk sementara
waktu.
“Ya Allah, peringatan ini semoga semakin
menyadarkan pula hambaMu yang selalu khilaf ini,” doa Marni di penghujung sholat malamnya.
Marni tinggal di sebuah perumahan dengan
tipe 36, sekitar 10 ubin. Ada sekitar 70 rumah yang ada di perumahan ini. Masjid di perumahan yang biasa digunakan
untuk Sholat Jumat juga akhirnya ditutup untuk menjaga penyebaran virus.
“Ayo Lifa, panggil adik-adikmu, kita Sholat
Zuhur berjamaah,” perintah Bapak sambil membetulkan kancing bajunya.
“Qia, main HPnya nanti lagi, segera wudhu,”
kata Lifa kepada adiknya.
Qia masih asyik dengan game barunya. Sejak pandemi ini, ternyata HP Marni sudah
terlalu jadul dan memorinya kecil untuk melakukan pembelajaran daring. Akhirnya Bapak membelikan HP baru. Qia jadi punya kesempatan pinjam HP lama
miliknya.
“Maaf ya Qia sholihah, sudah dengar azan kan. Itu tanda kita harus segera
sholat. Emak membolehkan kamu pinjam HP
Emak, asalkan Qia tahu aturannya,” belai Emak sambil menggandeng Qia ke tempat
wudhu.
Rupanya Qia belum puas bermain. Dia berwudhu dengan cepat, air kran pun mengalir
deras. Tentu saja rok yang dikenakan
akhirnya basah.
“Mak, aku ganti baju dulu, tidak mau pakai
rok ini, lihat nih, basah,” seru Qia.
Akhirnya Bapak, Emak, Lifa dan Ijad
menunggu Qia berganti baju. Kalau tidak
ditunggu, bisa jadi Qia akan mogok sholat. Saat dia mau sholat itupun harus diberi janji
aneka rupa.
“Aduh, kakiku sakit, Mak,” seru Lifa setelah sholat
“Qia, kamu kurang geser sih,” kata Ijad.
“Kakiku juga sudah menyentuh tembok Mas
Ijad,” sahut Qia membela diri.
Dengan 5 anggota keluarga, tempat yang
biasa digunakan Marni sekeluarga untuk sholat, sekarang tidaklah cukup. Ruang sholat ini biasanya memang hanya untuk
bertiga, karena Bapak dan Ijad sering sholat jamaah di masjid.
“Ya,
sudah. Ijad kamarmu dijadikan tempat
untuk sholat ya,” ijin Bapak.
“Yah, masak pakai kamarku,” jawab Ijad.
“Kasurmu kan kecil, Ijad. Jadi, masih ada tempat untuk sholat. Lifa, nanti
kamu bantu Bapak memindahkan almari baju ini ke kamar sebelah ya,” perintah
Bapak.
“Baik, Pak, Lifa akan bantu,” jawab Lifa
sambil melipat mukena.
Sholat berjamaah sekeluarga terasa nuansa
yang berbeda. Terasa ikatan keluarga ini menjadi lebih erat lagi. Suatu moment
yang jarang Marni rasakan. Saat situasi
normal, Lifa di pondok, Bapak dan Ijad pulang sekolahnya sore. Kadang Marni dan Qia saja yang sholat di
rumah.
“Saya kok
merasa kasihan dengan masjid ya, Mak.
Biasa ramai oleh jamaah dan anak kecil bermain di ayunan dekat TPQ
samping masjid,” kata Bapak.
“Gimana lagi Pak, kondisi sedang seperti
ini,” jawab Emak.
“Aku ke masjid sebentar ya Mak, mau menyapu
dan mengepel. Biarlah tidak untuk
sholat, tapi tetap kubersihkan pasti debunya sudah tebal juga,” sambung Bapak.
“Ajak Wa Hamdan, biar tidak terlalu cape
dan cepat selesai,” saran Emak.
“Ya, coba kutelepon dulu,” jawab Bapak.
Bapak orangnya rajin sekali membersihkan
masjid. Belum lagi kalau ada kucing yang
berkeliaran sambil membuang kotoran begitu saja. Kebiasaan itu sudah tumbuh sejak masih
muda. Saat masih usia SMA, Bapak sering
datang lebih awal untuk membersihkan masjid sekolah. Dari kebiasaan itulah
terbawa sampai tuanya.
“Assalamu`alaikum
Wa Hamdan, sehat? Kalau ada waktu temani saya ke masjid, mau bersih-bersih dan
mengepel lantai masjid,” ajak Bapak melalui ponselnya.
“Wa`alaikumsalam
Tadz, ya oke, aku meluncur,” jawab singkatnya.
Rupanya Wa Hamdan sedang di rumah, kembali terdengar suaranya. Wa Hamdan juga orang yang taat beragama. Dia adalah orang yang paling rajin melantunkan azan. Dia juga mudah diajak kerja sama dan memiliki waktu yang longgar. Istrinya bekerja di Jakarta dan anak semata wayangnya kini sudah kuliah semester 2.
Pandemi ini berdampak adanya himbauan beribadah dari rumah. Semua lapisan masyarakat diajak untuk menerapkan aturan ini. Semoga ujian ini dapat kita lalui bersama dengan ketabahan dan keikhlasan
#Tantangan hari ke-4 lomba Menulis di blog menjadi buku
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas
sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar