Catatan Awal Corona
Corona….
Awal terdengar sebuah
wabah yang pertama kali menimpa penduduk Wuhan, Cina. Di media sosial maupun televisi semakin
banyak memberitakan adanya virus COVID 19. Semua orang panik,demikian pula
Marni.
Marni adalah seorang
ibu yang memiliki 3 putra. Marni memiliki
aktivitas sebagai pengajar di sebuah Taman Kanak-Kanak. Di sela aktivitas mengajar, waktu tidak akan
dilewatkan tanpa ada kegiatan yang bermanfaat.
Marni aktif menjadi pengurus sebuah organisasi yang bergerak di
pemberdayaan perempuan. Usianya yang
sudah berkepala 4, menunjukkan usia yang matang dalam bertindak dan
bekerja. Marni begitu taat menjalankan
syariat agama. Karena tidak mampu mengasuh dan memberi bekal agama yang banyak,
akhirnya anak sulungnya di sebuah sekolah yang memiliki program pesantren.
Tanggal 12 Maret 2020
ramai di grup-grup yang diikuti Marni.
Sekali chat tentang virus ini
langsung puluhan berkomentar. Marni
terlanjur sudah merencanakan sebuah acara kajian dan semua panitia beserta
perlengkapannya sudah siap tinggal menunggu komando. Dengan memperhatikan saran dan kesepakatan
pengurus akhirnya acara tetap diputuskan untuk tetap berjalan.
“Bagaimana Bu Yanti,
kita tetap mengadakan acara kajian ini ya,” kata Marni.
“Ya, toh semua
undangan sudah tersebar dan tempat juga sudah dipesan,” jawab Bu Yanti.
15 Maret 2020 adalah
waktu pekan ke-3. Itu adalah jadwal penjengukan anak sulung Marni bertepatan
dengan berlangsungnya acara kajian. Anak
sulungnya bernama Lifa, sekarang menduduki kelas 9. Lifa diminta panitia supaya bersedia melantunkan
tasmi` (melafalkan Al Qur`an tanpa melihat mushaf) pada acara tersebut.
“Ustazah, mohon maaf..saya
mohon ijin supaya Lifa bisa diperbolehkan keluar pondok untuk bertugas dalam
acara kajian besok Ahad, “ pesan Marni kepada Ustazah.
“Sila bu, yang penting
selesai acara langsung diantar ke pondok kembali,” jawab Ustazah.
“Terima kasih Ustazah,
besok saya akan menjemputnya jam 08.30, “ kata Marni.
Atas seijin ustazah,
Lifa sudah bersiap diri di depan pintu
gerbang pondok. Lifa mengenakan gamis berwarna hitam dengan kerudung abu-abu. Wajahnya nampak menawan dan sholihah terbalut
rapat auratnya. Tubuhnya pun paling
tinggi dibanding anak-anak seusianya. Setelah mencium tangan Marni dan
berpamitan dengan Ustazah, Lifa segera
membonceng motor bersama Emaknya.
Acara pun
dimulai. Tibalah waktu, Lifa tampil ke
depan para undangan. Marni merasa seolah
jantungnya berdegub kencang saat Lifa melantunkan satu halaman salah satu ayat
Surat Ali Imron.
“Ya Allah, semoga kamu
bisa memberi mahkota untuk Bapak dan Emakmu atas hafalan Al Qur`anmu saat di
surga nanti,” suara lirih Marni sambil membendung air matanya.
Para undangan terus
berdatangan, panitia pun sudah mempersiapkan handsanitizer dan tempat mencuci
tangan. Untuk antisipasi, panitia hanya
menelungkupkan tangan saat menyambut para tamu yang tetap ingin berjabat
tangan.
“Maaf ya ibu-ibu,
tidak mengurangi rasa hormat kami atas kehadiran ibu-ibu, acara cipika-cipiki
ditunda terlebih dahulu, “ pesan panitia kepada para tamu.
Acara telah selesai, saatnya
Marni kembali mengantar Lifa ke pondok. Setelah berpamitan menyerahkan kembali Lifa ke
ustazah, Marni segera bergegas pulang.
Hal ini karena mengingat si kecil nanti sendirian di rumah. Bapaknya sudah memiliki agenda mengisi kajian
ibu-ibu di desa sebelah.Azan zuhur pun belum berkumandang.
“Hore, emak pulang,
bawa apa Mak!” seru Qia, anak ketiga Marni.
Dia berlari sudah menyambut di depan garasi motor.
“Ini di tas ada jajan
berbagi dengan Mas Ijad ya,” kata Marni.
Sesampainya di
rumah..kembali tugas menanti. Pekerjaan
rumah di hari libur masih menumpuk, apalagi pagi-pagi sudah ditinggal ke luar
rumah. Marni solat zuhur kemudian makan
siang bersama suami dan ank-anaknya.
“Emak, Bapak berangkat
dulu ya, ini sudah jam 13.00, “pamit suami Marni.
“Ya, Pak, hati-hati di
jalan, salam buat ibu-ibu Majelis taklim,” kata Marni sambil mencium tangan
suaminya.
Waktu menunjukkan
pukul 14.00. Marni belum sempat melihat
perkembangan chat di grup WhatsApp.
Sambil merebahkan diri di kamar, Marni membuka pesan. Ternyata di grup kamar Kelas 9, pihak
pesantern mengumumkan bahwa anak-anak pondok supaya segera dijemput karena per tanggal 17 Maret 2020 semua sekolah
diliburkan. Hal ini dikandung maksud
untuk menekan laju penyebaran Covid -19. Maksimal penjemputan adalah jam 17.00.
Akhirnya Marni
langsung menelepon suaminya supaya segera menjemput Lifa sepulang mengisi
kajian.
“Tidak mengira,
seandainya dari pagi sudah tersiar kabar, tentu Lifa akan aku bawa sekalian,”
desah Marni.
Ya Allah…segitu
gentingnya situasi sekarang ini, sehingga semua petinggi negara menerapkan
aturan ini. Pemerintah daerah pun segera
memutuskan kondisi darurat.
#Tulisan hari ke-2 lomba Menulis di blog menjadi buku
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300 , email : safitriyuhdiyanti@gmail.com,
https://terbitkanbukugratis.id/safitri-yuhdiyanti/02/2021/catatan-awal-corona/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar